Belajar Sambil Traveling ke Gunung Bromo

Saat kita berwisata ke Gunung Bromo, tentu kita akan disuguhi oleh keindahan pemandangan alamnya. Mulai dari Penanjakan Bromo, Kawah, Pura, Pasir Berbisik dan Padang Savana Teletubbies, dsb. Kita akan berbangga hati ketika mendapatkan foto cantik dengan latar belakang pemandangan yang menakjubkan. Dan bangga bahwa Indonesia memiliki banyak sekali obyek wisata yang dikunjungi oleh turis domestik dan mancanegara.

Ternyata, saat berwisata Gunung Bromo banyak sekali yang bisa kita pelajari bersama anak-anak dan menjadikan perjalanan ke Bromo sebagai travelschoolingnya mereka. Sama seperti keluarga pada umumnya, jalur yang kami lewati sama, lokasi-lokasi yang kami tempuh juga sama. Apalagi saat kami ke sana, kami menjalankan sebagai backpacker dengan budget terbatas.

Lamanya kami singgah di area Bromo hanya sebentar, tidak sampai 24 jam. Karena kami ingin melanjutkan perjalanan ke daerah lainnya. Dan waktu sesingkat itu diusahakan menjadi momen belajar buat kami sekeluarga.

Momen Tiba di Bromo

Seperti yang telah saya ceritakan sebelumnya di tulisan Travelschooling ala Backpacker ke Bromo, saya menceritakan bahwa kami berangkat menggunakan mobil Elf dari Probolinggo yang diisi oleh beberapa orang backpacker mancanegara. Kami tiba di desa Tengger saat maghrib, ketika suasana sudah gelap dan udara mulai dingin.

Perjalanan belajar di Gunung Bromo kami awali dengan memperhatikan deretan rumah-rumah yang rapi dengan satu ciri khas yang tampak. Di depan setiap rumah terdapat arca yang mirip dengan Pura di Bali. Tentu saja, mayoritas masyarakat Tengger yang dekat dengan kawah Bromo beragama Hindu. Sehingga suasana di sana mirip seperti di Bali.

Rumah-rumah yang sederhana itu tampak rapi di malam hari. Entah karena tidak banyak orang lalu lalang lagi dan jarak pandang kami tidak terlalu jauh. Jadi tampak asri dan lengang. Hanya ada beberapa jeep terparkir di depan beberapa rumah dan orang-orang berselempang sarung dan berkupluk.

travelschooling bromo
deretan rumah-rumah rapi yang kami lihat di pagi harinya

Kami mencari tempat makan. Sebuah warung di dekat penginapan kami tidak terlalu ramai. Kami masuk ke sana untuk memesan teh panas untuk menghangatkan tubuh. Suhu udara malam itu, prediksi saya sekitar 5-8 derajat. Udara semakin dingin, dengan hembusan angin yang cukup terasa menembus baju hangat kami.

Malam itu tidak banyak yang bisa kami lakukan, selain menikmati hidangan bersahaja dan minuman hangat yang segera mendingin dalam beberapa menit saja. Tak lama kami tidur cepat, untuk bersiap-siap berpetualang di lereng Gunung Bromo dini hari nanti.

bromo-hindu
arca Hindu yang ada hampir di depan rumah penduduk

Adventurlearning dan Travelschooling Gunung Bromo

Anak-anak selalu excited. Saya juga tipe orang yang selalu excited setiap berkunjung ke tempat baru dan menapaki sebuah perjalanan baru. Kami suka petualangan.

Dalam petualangan, banyak sekali pengalaman dan bahan belajar yang bisa menambah wawasan kami sekeluarga. Kadang, sebelumnya kami membaca dahulu dari beberapa sumber. Namun kali ini, kami ingin memanfaatkan orang-orang lokal untuk menjadi nara sumber belajar.

Orang yang banyak kami tanya-tanya seputar wilayah Bromo dan segala hal tentang Suku Tengger adalah sopir Jeep yang kami sewa dan sopir minibus Elf yang membawa kami pulang esok siangnya.

Dini hari, tepatnya jam 3.00 kami bangun dan bersiap-siap. Segala kebutuhan selama di jalan, kami bawa dalam satu daily pack. Ransel-ransel besar kami tinggal di penginapan, sebuah homestay sederhana yang baru kami tinggali beberapa jam saja.

Perjalanan membelah kegelapan cukup nerveracking. Dan kami amazed dengan skill sopir jeep yang mampu membawa mobil di jalan yang tepat. Karena saat sudah benderang, saya nggak menyangka bahwa track yang kami lalui dalam gelap ternyata cukup berbahaya.

Di titik awal penanjakan, sudah ramai orang. Nggak nyangka juga, karena saat tiba di desa, suasana cukup sepi. Saya pikir akan sedikit saja traveler yang datang. Tapi inilah Indonesia, kapanpun dan dimanapun, selalu dipenuhi orang-orang. Nggak kebayang bagaimana penuhnya kalau datang saat liburan.

Meski mengantuk, anak-anak cukup kuat naik tanpa keluhan. Alhamdulillah, ini bukan kali pertamanya mereka hiking. Sebelumnya anak-anak pernah trekking di Carnavorn Gorge selama 8 jam dan Trekking di Curug Ciwalur yang medan lintasannya cukup berbahaya. Di Penanjakan Gunung Bromo ini, jalanannya berpaving blok dan tanjakannya nggak terlalu curam.

gunung bromo
kawah Gunung Bromo yang tengah mengepulkan asap

Yang membuat anak-anak berat menjalankan ini adalah ketika harus mengalahkan rasa kantuk. Karena saat itu masih jam 3-4 pagi ditambah udara dingin yang membuat ngantuk semakin berat. Di atas area penanjakan, sudah banyak orang. Anak saya yang termasuk “ribet” ketika berada di suatu crowd, harus belajar berdamai dengan keadaan.

Kami menunggu matahari terbit di batas cakrawala, menatap puncak Gunung Bromo yang mengepulkan asap dan menyaksikan kabut perlahan menghilang seiring terangnya pagi. Kelelahan anak-anak terbayar saat menyaksikan pemandangan indah tersebut.

Dari atas, kami berbincang tentang lokasi Bromo dan tentang volcano. Saat itu, kondisi Gunung Bromo memang sedang terbatuk, sehingga kami tidak diizinkan naik ke kawah. Tapi momen ini tepat untuk mengobrol seputar gunung berapi.

Selanjutnya, perjalanan kami turun sama seperti traveler lainnya. Mengunjungi beberapa lokasi wisata, naik kuda dan menikmati sajian alam yang maha kaya dari Sang Pencipta.

bromo tengger semeru
peringatan bagi pengunjung agar tidak mendekati kawah Gunung Bromo 🙁

 

Tentang Suku Tengger dan Budayanya

Sepanjang perjalanan, kami sempat berbincang dengan sopir Jeep, seorang penduduk asli Tengger yang pendiam dan hanya bercerita saat diberi pertanyaan. Dari beliau, kami mendapat cerita tentang kebiasaan asli orang Tengger, dimana mereka rutin memberi persembahan kepada Dewa yang menempati kawah Gunung Bromo setahun sekali.

Upacara persembahan ini dilakukan di sekitar Pura Luhur Poten Bromo yang terletak di kaki gunungnya. Makanan, minuman dan segala macam sesembahan yang dilemparkan ke kawah gunung, konon akan ditemukan di sungai di seberang desa Tenggernya. Itu artinya, persembahan tersebut diterima oleh Sang Dewa.

Informasi ini saya ingat sebagian-sebagian. Jadi mohon koreksi kalau ada yang keliru ya. Hanya memang, saya merasakan sesuatu yang sakral saat Bapak sopir jeep menceritakan kisah ini.

Kami juga bertanya, tentang beberapa kebiasaan orang suku Tengger, yaitu yang selalu menyelempangkan sarung di pundak, pinggang atau dijadikan ikat kepala. Bapak sopir tidak menjelaskan filosofinya. Menurutnya, ini hanya kebiasaan yang berhubungan dengan cuaca Bromo yang dingin dan membantu dalam kegiatan sehari-hari mereka, seperti membawa barang atau menggendong anak.

suku tengger
Aktivitas pagi penduduk Tengger, dengan sarung sebagai ciri khas mereka

Ternyata ada beberapa perbedaan cara memakai sarung bagi orang Tengger, sesuai event dan kebutuhannya. Ada yang diselempangkan di pundak, dipasang di pinggang, disampirkan hingga menutup tangan, dan sebagainya.

Selama di Bromo ini, meskipun sebentar, kami sempat memperhatikan kehidupan keseharian orang-orang suku Tengger. Mereka yang memegang ajaran Hindu taat, berperilaku seperti layaknya orang-orang Bali. Menjaga kebersihan dan kerapihan. Cara berpakaian mereka hampir mirip, tidak ada yang memakai pakaian warna mencolok dan modern. Semua serba sederhana dan bersahaja.

Kebanyakan mereka bekerja di pertanian. Ya, ladang dan pertanian di Bromo sangat subur. Tentu saja, abu vulkanik membuat tanahnya gembur dan membuat pertanian mereka berkembang. Sayangnya, kami tidak sempat turun ke ladang dan menyaksikan mereka bekerja secara langsung. Kami hanya sempat memperhatikan kegiatan orang-orang yang berdagang dan mendukung wisata Bromo.

Oya, logat bicara mereka khas, meskipun sama-sama berbahasa Jawa.

Sehari di Bromo rasanya kurang, karena masih banyak yang belum sempat kami eksplor. Selanjutnya, dalam perjalanan pulang ternyata kami mendapat lebih banyak cerita dan informasi tentang kehidupan Suku Tengger dan budayanya. Simak terus yaa.

 

One thought on “Belajar Sambil Traveling ke Gunung Bromo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *