Belajar Tentang Uang

copied from here
copied from here

Ketika kami masih tinggal di Kalimantan Selatan, memberi uang saku pada anak adalah hal biasa. Meski awalnya saya penginnya nggak ngasih uang jajan, tapi mendengar anak saya cerita tentang teman-temannya yang jajan saat istirahat, plus sekolah yang memang mengizinkan pedagang-pedagang asongan berjualan, bikin saya kasihan. Kebayang anak saya cuma bisa gigit jari melihat teman-temannya jajan.

Memberi bekal makanan (lunch box) merupakan satu-satunya solusi mencegah anak jajan. Tapi berdasarkan obrolan saya dengan saudara, teman dan kerabat, meski anak dibekali makanan, mereka toh tetap dibekali uang saku. Memang bukan untuk jajan, apalagi jajan di tempat sembarangan seperti anak saya dahulu. Melainkan untuk membeli kebutuhan alat sekolah atau jajan makanan yang katanya bersih karena dijual di kantin sekolah.

Bukan urusan apa yang dibeli anak yang ingin saya bahas di sini. Karena sejak sekolah di Australia, dimana anak-anak memang tidak merasa perlu bawa uang, saya nggak pernah membekali uang saku. Kalaupun harus ada bayar-bayar, saya masukkan uang itu di amplop dan saya beri label atau langsung saya setorkan ke kantor sekolah saat mengantar mereka.

Ini kemudian jadi corcern saya. Saya cari tahu, sebenarnya pada usia berapa seorang anak sudah bisa diberi tanggung jawab urusan “uang” ini. Dari sebuah website yang saya baca, seorang penulis dan national personal financial expert, Erica Sandberg mengatakan bahwa secara garis besar tiap anak tumbuh dan berkembang dalam kecepatan yang berbeda. Namun, penting bagi orangtua untuk memiliki panduan bagi anak-anak mereka.

Tentang pemahaman finansial seorang anak, Erica membuat beberapa panduannya.

Usia 3 tahun: “Tunggu Sebentar, Ya”

Pada usia ini, anak harus mulai berlatih bersabar dan tahu bagaimana harus bersikap ketika dia tidak bisa mendapatkan apa yang dia inginkan secara langsung. Proses menunggu sejenak ini ternyata penting lho untuk bekal anak-anak.

Pelajaran penting yang saya dapat dalam proses menunggu ini, saya dapatkan ketika anak-anak saya tidak tantrum kalau keinginan mereka nggak langsung dituruti. Well, meski kadang ada proses ngambek dan cemberut juga, sih. Tapi proses ini mulai terasa ketika mereka mulai bisa diajak bicara.

Bisa juga sesekali anak dikasih tambahan reward kecil karena bisa menunggu dan bersabar. Lihat bagaimana anak mau menahan diri untuk sebuah kepuasan instan dan mendapatkan hadiah yang lebih besar.

Usia 4 tahun: “Mari Berhitung”

Anak-anak sebenarnya belum ngerti juga tentang nilai suatu barang pada usia ini, tapi dia harus mulai belajar tentang perhitungan sederhana.

Caranya, beri anak beberapa koin berbeda ukuran, lalu ajak menghitung berapa banyak koin tersebut. Lalu perkenalkan juga jenis-jenis koin yang berbeda dan disuruh mengambil sesuai yang diintruksikan.

Usia 5 tahun: “Jangan Beli Dulu Ya, Nak”

Umur-umur segini, biasanya anak mulai deh banding-bandingin milik temannya. “Ma, si A kan punya mainan. Masa aku nggak?”

Hihihi, biasa banget ya kayak gini. Emaknya juga kadang (meski dalam hati) kalau ngintip-ngintip punya tetangga berbisik, “Nanti aku juga pengin ah beli kayak gini.” Hihihihi.

Pada anak-anak kita, kita bisa bilang kalau dia nggak bisa dapatkan segala yang dia mau. Pilih barang yang benar-benar penting. Dan kalau ada opsi beberapa barang, minta dia memilih salah satu.

Kalau yang ini, kayaknya anak dan ortu bisa belajar bareng yaa.

Usia 6 tahun: “Usaha Dulu, Dong”

Saatnya anak-anak belajar dikasih pilihan. Mirip tunjangan gitu deh. Kalau anak punya keingin beli sesuatu cuma buat senang-senang aja, beri dia challenge untuk berpikir bagaimana mendapatkannya.

Anak-anak sudah bisa diberi uang mingguan. Jumlahnya sesuai kesepakatan dan kemampuan. Kalau berdasarkan catatan Erica, jumlah usia x 1 dollar. Mungkin kalau dikonversikan rupiah, jumlah usia x 1000 rupiah (atau sesuai kebutuhan aja kali ya). Beberapa ahli malah bilang, jumlah rupiah diperoleh atas hasil aktivitas chores.

Cara ini baik untuk melatih anak-anak mengumpulkan uang jika dia ingin beli sesuatu. Bukan orangtua yang membelikannya. Jadi anak mulai belajar makna berjuang untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.

Usia 7 tahun: “Mau Jadi Apa Nanti?”

Udah bisa nih ngobrol masa depan sama anak di usia segini, tentang karir dan pekerjaan. Dan penting juga membahas bahwa dengan bekerja, selain dapat uang kita juga dapat kepuasan karena kita telah melakukan sesuatu yang kita cintai. Bekerja sesuai passion.

Share juga tentang pekerjaan orang tua dan jenis-jenis profesi yang bisa dipilih.

Usia 8 tahun: “Ini Harganya Mahal, Yang Ini Murah”

Saat anak mulai bisa berhitung (penjumlahan dan pengurangan), dia juga sudah harus paham konsep uang yang masuk dan keluar. Kita bekerja untuk mendapatkan pemasukan, kita juga membayar sejumlah pengeluaran.

Caranya, anak bisa diajak diskusi saat orang tua membayar beberapa tagihan listrik, telepon atau air. Konsep ini harus diperjelas bahwa jumlah pengeluaran tidak boleh lebih banyak dari pemasukan. Dan penting untuk kita menabung di awal sebelum membayar semua pengeluaran.

Usia 9 tahun: “Ini Rekening Tabunganmu, Nak”

Anak sudah bisa belajar menabung. Bisa dengan membuka rekening tabungan untuknya atau menggunakan celengan. Dari sini anak juga belajar punya rasa memiliki dan bertanggung jawab atas apa yang menjadi haknya. Biarkan dia membuat keputusan sendiri saat ingin menggunakan uangnya, tapi tentu dengan pengawasan dan bimbingan orang tua.

Usia 10 tahun: “Ada Kartu Bernama Credit Card/Kartu Kredit, Lho”

Saya nggak suka pakai kartu kredit dan nggak punya. Tapi mungkin saya mau mencoba proses ini, kalau nanti usia anak saya menginjak 10 tahun.

Anak saya sudah biasa dengan kartu debit. Dia tahu bahwa kalau kita menggunakannya berarti uang dalam rekening tabungan kita berkurang. Nah, ceritakan bedanya dengan kartu kredit dan bagaimana keuntungan dan kekurangannya supaya jika kelak dia dewasa dan memutuskan punya CC, dia bisa menggunakannya dengan bijak.

Dari beberapa poin di atas tampaknya nggak terlalu susah ya, bicara tentang uang dan memberinya tanggung jawab tentang uang.

Lalu, sebenarnya usia berapa sih si anak boleh dikasih uang jajan langsung? Sepertinya nggak terlalu dibahas. Kenapa? Karena ada perbedaan budaya antara kita orang Indonesia dengan beberapa negara lain.

Contohnya, pengalaman saya di Australia di sana memang tidak ada tempat jajan bagi anak-anak. Ketika anak-anak belanja, sudah pasti bersama orang tuanya.  Jadi teori di atas bisa langsung dipraktikkan.

Untuk kultur kita yang memang sudah membiasakan anak-anak untuk belanja sendiri, mungkin membuat anak lebih dulu paham tentang konsep uang. Tapi jangan lupa untuk mengajarkan juga tanggung jawab.Dan satu hal penting yang menurut saya sudah biasa diajarkan di kultur Indonesia, yaitu tentang berbagi dan bersedekah. Biasakan anak-anak untuk bersedekah dan tidak pernah meminta uang atau benda lainnya kepada orang lain (selain orang tuanya). Inilah konsep “tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah” mulai bisa diperkenalkan.

Ayah Bunda, sharing pengalaman tentang belajar finansial dengan anak, yuk. Tolong beri masukan kalau ada kekurangan dan perbaikan.

5 thoughts on “Belajar Tentang Uang

  1. Homeschooling menjadi suatu pilihan pendidikan bagi anak saat ini. Dengan maraknya bully,kriminalitas pd anak-anak, stress dan perubahan kurikulum yang membingungkan. Kami memperkenalkan Homeschooling dan Cyberschool (sekolah jarak jauh) yang fleksibel, biaya terjangkau dan customized. Cek website : http://www.anakpanah.sch.id / atau hubungi : 0811134560

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *