Camping Pramuka Klub Oase ini Ternyata…

Camping apa sih istimewanya? Pramuka pula! Setiap orang hampir pernah mengalaminya, mendirikan tenda, nyanyi dan tepuk tangan, hiking dan sebagainya. Sejak Naufal bergabung dengan Scout pertama kalinya di Emerald, dia sudah mulai ikut Scout camp. Kurang lebih kegiatannya sama.

Tapi buat kami, ada yang tidak biasa dalam camping Pramuka Klub Oase kali ini. Kami berangkat tanpa ekspektasi apa-apa selain travelschooling dan kumpul-kumpul seperti biasanya. Namun ternyata apa yang saya dapatkan lebih dari yang saya perkirakan.

Kalau dilihat dari acaranya, semua seperti biasa. Dikoordinatori oleh kakak Pramuka Klub Oase yang setia menemani anak-anak. Mereka mengajak anak-anak belajar mandiri dengan berangkat menggunakan kereta tanpa didampingi orang tua. Sementara para orang tua berangkat dengan kendaraan masing-masing.

Anak-anak diminta untuk membawa flash card masing-masing untuk membeli tiket, dan ternyata kartu yang dipegang Naufal dan Kayysiha tidak berfungsi,  saldonya yang kurang. Hehehe. Jangan bilang-bilang kakak-kakak Pramuka Klub Oase ya, malu banget.

Siapa sih, para Kakak ini? Kami, di Klub Oase berupaya memberdayakan semua potensi yang kami punya. Jadi yang menjadi kakak Pramuka Klub Oase adalah para orangtua praktisi homeschooler yang anak-anaknya ikut bergabung dalam komunitas ini.

Ternyata, banyak diantara anak-anak yang melakukan perjalanan pertamanya tanpa didampingi orangtua. Yah, sekali lagi ini termasuk wajar. Anak-anak sekolah biasa melakukan ini. Tapi yang membuat kami terharu adalah, mereka sebisa mungkin saling menjaga. Tidak mengandalkan kakak pramuka.

Para orangtua tiba lebih dulu di lokasi perkemahan. Ralat, ini sebenarnya pun bukan camping ground, melainkan resort yang terdiri dari kamar-kamar penginapan, villa dan aula yang juga menyediakan lapangan yang tidak terlalu luas, namun cukup untuk mendirikan beberapa tenda.

Lagi-lagi ini tidak tampak seperti camping sungguhan. Para orangtua menginap di barak besar yang diisi dengan deretan kasur dan bunkbeds. Anak-anak yang tidur di tenda, tak jauh dari tempat para orang tua.

Lalu, apa istimewanya camping Pramuka Klub Oase? Apa yang membuat hati kami penuh terisi sepulangnya dari Curug Nangka Hills, tempat kami berkegiatan ini?

 

Tacit Knowledge

Pernah mendengar Tacit Knowledge? Ini semacam ilmu yang didapatkan tanpa disengaja, hanya lewat obrolan hangat. Inilah yang memperkaya kami, momen saling berbagi, sharing pengalaman, dan bicara dari hati ke hati.

Tidak ada agenda khusus buat para orangtua selama menanti anak-anak berkegiatan. Kami boleh memilih ikut mendampingi mereka atau bikin acara sendiri. Kalau biasanya, dalam event yang melibatkan anggota keluarga, para orangtua sibuk mengurus keperluan anak, di sini tidak sama sekali (kecuali yang punya anak bayi dan batita, tentunya).

Entah kenapa, anak-anak pun begitu mandiri. Mereka tidak serta-merta mencari orangtua untuk minta bantuan atau rewel dan sebagainya. Bahkan, banyak orangtua yang kangen, karena anak mereka tidak mencari. Akhirnya, momen ini kami manfaatkan untuk mengobrol mulai dari kamar, ruang makan, halaman, hingga ke kamar lagi. Sore, malam, pagi, hingga menjelang pulang.

Momen seperti ini justru yang kami tunggu-tunggu, daripada kami harus terikat jadwal kegiatan. Karena waktu untuk sharing justru lebih banyak. Inilah yang membuat para orangtua di Klub Oase menjadi begitu dekat karena banyak sekali kesempatan buat kami untuk mengenal satu sama lain begitu dalam. Tak hanya hingga kulit luar, tapi kami hampir mengenali impian masing-masing.

tacit knowledge

Pushing Ourselves To Limit

Tak ada paksaan dalam melakukan apapun. Itu prinsip dasar yang banyak dianut para homeschooler. Dalam semua kegiatan yang diberikan oleh kakak-kakak Pramuka Klub Oase, anak-anak boleh memutuskan untuk ikut, boleh tidak. Silakan aja. Tapi semua memutuskan ikut, bahkan anak-anak balita.

Yang baru pertama kali hiking dan berkemah pun mantap memutuskan untuk mandiri seperti tidur di tenda bersama teman-teman dan berjalan melewati banyak rintangan tanpa orangtua. Dari sini justru muncul banyak inisiatif.

Dalam satu group, terdiri dari berbagai usia. Mulai dari usia SMA hingga SD tingkat awal. Selama perjalanan, ternyata para kakak yang besar sangat membantu adik-adik kecil mereka. Saya melihat di salah satu grup ada anak yang begituuuu berat melangkahkan kakinya meniti bebatuan sungai. Menurut cerita ibunya, dia memang kadang manja. Tapi lihatlah, anak ini berhasil menyusuri arus sungai yang berlawanan arah hingga ke puncak dan mencapai air terjun (Curug Nangka). Bukan hanya ibunya yang bangga, tapi teman-teman segrup dan kami semua.

Demi Anak-anak, Para Orangtua pun Rela Tampil Maksimal

Iya, percaya diri maksimal. Bagaimana nggak, ada satu event di saat apa unggun berlangsung dimana para orang tua harus siap ketika diminta melakukan apa saja oleh anak. Untuk para ibu, kami diminta untuk menampilkan performance. Tanpa latihan, akhirnya kami mencoba dancing atau bergerak random yang dicontohkan oleh satu orang dan diikuti oleh yang lainnya.

Sayangnya, saya tidak bisa berhenti ketawa saat itu, sehingga bergeraknya kurang maksimal.

Yang seru adalah saat para bapak diminta menunjukkan kebolehan. Ada yang diminta senam penguin, jaipongan dengan musik jazz, breakdance, bernyanyi rap dan pencak silat. Tidak ada satupun bapak yang enggan atau malu-malu menunjukkan kebolehannya. Semuanya berusaha tampil maksimal.

Bukan hanya mengundang tawa, momen ini juga mengundang keharuan, dimana para bapak berusaha memberi contoh bahwa mereka harus percaya diri meski harus melakukan sesuatu di luar batas kemampuan mereka. Saluuutttt!

klub oase

Bersahabat Dengan Anak

Ini bukan kali pertama kami berkegiatan bersama. Ini bahkan yang ke sekiaaaan kalinya, setelah cukup sering kami pergi bareng. Bahkan tahun lalu Klub Oase melakukan perjalanan selama seminggu mengunjungi beberapa kota di Jawa Tengah (baca: Oase Backpacker!). Namun tahun ini terasa sekali anak-anak kami tumbuh besar, beberapa sudah menjadi remaja.

Seiring dengan tumbuhnya mereka, para orangtua pun mulai mengizinkan mereka punya akun medsos sendiri. Dan apa yang mereka lakukan? Mereka menambahkan kami sebagai teman. Menurut saya ini spesial sekali, karena biasanya anak-anak remaja malas berteman dengan orang tua. Karena katanya para ortu ini sering stalking dan ikut campur urusan mereka.

Di sini, kami bebas saling mengomentari, bercanda dan saling menandai foto apapun. Ini membuat saya terharu banget lho, bahwa mereka menjadikan teman-teman orangtua mereka sebagai teman. Kami diberi kesempatan untuk bersahabat bersama mereka.

Melihat Anak-anak Begitu Bahagia

Dari obrolan-obrolan di facebook, saling tag dan komen, juga saling share foto, menandakan anak-anak sangat bahagia usai kegiatan. Anak-anak yang kecil tak henti-hentinya bercerita ulang tentang pengalaman mereka. Anak saya juga sering senyum-senyum sendiri mengingat momen-momennya saat camping.

Dhifie, putera sulung Irma Nugraha bahkan mengatakan dalam status facebooknya: All this, is a good memory.

pramuka

Secara tidak sadar mereka menikmati proses belajar yang difasilitasi oleh para orangtua dan kakak pramuka. Tanpa sadar, kami menceburkan mereka dalam kawah candradimuka yang dikemas menyenangkan bukan hanya bagi orangtua yang punya kesempatan mengobrol, namun juga bagi anak-anak untuk memperluas pengalaman dan menggali tacit knowledge ala mereka.

Tanpa sadar, mereka belajar banyak tentang kemandirian, kebersamaan, keberanian, kesungguhan dan berdamai dalam segala kondisi. Ini tak kalah penting dari belajar matematika di dalam kelas, bukan?

Belajar Life Skill

Ruang kelas kami adalah alam, laboratorium kami beratapkan langit angkasa.

Adalah motto para homeschooler, selain belajar di mana saja, kapan saja dan bersama siapa saja.

Inilah yang sedang mereka lakukan, belajar dari pengalaman. Tanpa banyak instruksi dari orangtua, karena kami benar-benar hanya mendampingi. Membantu di kala mereka benar-benar membutuhkannya. Sejauh pengalaman saya, anak-anak sangat bisa mandiri meski mereka tahu orangtua mereka ada di sekitar.

Biasanya anak-anak lebih mandiri ketika jauh dari orangtua, bukan? Tapi di sini mereka memilih untuk mandiri, melepaskan sedikit jarak dan memuaskan kesempatan bermain mereka.

Lalu tentang belajar lifeskill, mereka mendapat kesempatan untuk:

 

  • Teamwork, seperti yang saya ceritakan di awal, anak-anak saling membantu. Mereka menempuh perjalanan menyusuri sungai sendiri. Yang besar membantu yang kecil. Yang kuat membantu yang lemah.
  • Menjaga lingkungan. Seperti biasa, kegiatan kami adalah kegiatan minim sampah. Sebisa mungkin kami tidak meninggalkan jejak, kecuali jejak kaki. Tidak mengambil apapun, kecuali foto. Tidak membunuh apapun, kecuali membunuh waktu.
  • Berenang. Salah satu momen tumbuh bersama di Pramuka Klub Oase adalah dalam kompetisi renang. Saya masih ingat kisah seorang anak, putera  Wahyu Andito pertama kali membawa Ojie, puteranya, latihan berenang. Dari yang belum bisa berenang hingga melihatnya bertanding dengan jagonya. Begitu pula puteranya Lala dan Mas Aar, yaitu Duta. Menyaksikan kemampuan berenang mereka yang dari tidak bisa menjadi bisa ini bikin terharu.
  • Kompetisi sehat. Selain kompetisi renang, anak-anak juga bertanding futsal. Antar orangtua dan anak. Apa yang didapat dari proses ini? Mereka belajar percaya diri dan mau berkompetisi secara fair.
  • Kreativitas tanpa batas. Di salah satu acara saat api unggun, anak-anak diminta tampil per regu. Seperti acara pramuka pada umumnya ya. Tapi apa yang mereka lakukan, alih-alih melakukan performance grup, mereka membuat kegiatan yang melibatkan semua orang. Misalnya, Adam, dia membuat acara dimana satu orang maju ke depan (baik anak maupun orangtua) dan memberi contoh gaya dan yang lain harus mengikuti.

pramuka klub oase

Kebersamaan kami, bukanlah hanya kebersamaan fisik namun selalu melibatkan hati. Ada salah satu momen di malam hari, di kamar para mommies ada dua orang sahabat kami yang bercerita secara lengkap tentang perjalanan hidupnya. Bagaimana mereka bertemu dengan suami masing-masing dan membangun keluarga.

Ini bukan hanya menjadi kegiatan seru, tapi masing-masing dari kami menyimpan semua kenangan ini di hati masing-masing.

Karena bersama Klub Oase kami tumbuh bersama.

Dan yang pasti, anak-anak akan selalu menantikan kembali acara camping Pramuka Klub Oase. Meski untuk kesempatan berikutnya, mereka berharap para orangtua tidak ikut. “Kapan dong, kami bisa camping mandiri” begitu permintaan salah satu anak.

Padahal para orangtua ikut acara ini bukan karena tidak mau melepas anak-anak, tapi karena butuh jalan-jalan alias piknik :).

 

 

 

5 thoughts on “Camping Pramuka Klub Oase ini Ternyata…

  1. Anne, jangan lupa paparan ‘makalah’ saya mengenai totok dan peranakan….
    Ish, terharu biru mengingat momen ini kembali.
    Makasih ya anne.

  2. assalamualaykum
    ..masyaallah…luar biasa..anaku 4. dr kecil smp skg HS yg besar 9 th..pengen ikut gabung komunitas homeschooling

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *