Kapan Homeschooling Mom Bisa Punya Me Time?

“Repot ya jadi homeschooling mom?”

“Me time-nya kapan?”

“Saya takut nggak punya me time kalau menjadi homeschooling mom.”

Itu sekilas pertanyaan dan pernyataan yang terlontar tentang wacana menghomeschoolingkan anak-anak yang pernah saya baca/dengar. Saya menangkap obrolan ini biasanya di grup-grup yang berisikan para ibu. Mereka menyatakan ingin mencoba homeschool tapi khawatir seluruh waktunya habis untuk anak.

Memang, kalau kita membayangkan, kapan sih seorang ibu bisa istirahat? Dari bangun tidur sampai tidur kembali ibu akan terus bekerja. Oleh karena itu, pekerjaan ibu rumah tangga adalah pekerjaan penuh waktu yang tidak jelas kapan istirahatnya. Apalagi ketika anak-anak masih balita.

homeschooling mom

Adalah konsekuensi dan hukum alam bagi seorang ibu untuk terus bersama anaknya. Tanpa diminta pun, ibu tak akan beranjak membersamai anak-anak mereka. Namun ada masanya, seorang ibu juga lelah.

Ibu jugaaa manusiaaaa. Punya rasa punya hatiiii. Jangan saaaamakaaan dengan, pisau belatiiiii. Begitulah kira-kira ungkapan hati para mommies dengan gaya Candil Seurieus (ada yang gak kenal??).

Akhirnya, seorang ibu akan sedikit bernafas lega saat anak-anaknya berada di sekolah. Mulai punya me time dan bernafas lebih leluasa selama beberapa jam.

Bagaimana dengan Homeschooling Mom? Kapan me time-nya?

Saya pernah bercerita di postingan sebelumnya, bagaimana homeschooling mom mendapatkan me time. Silakan diklik linknya.

Ada saat-saat dimana seorang homeschooling mom tetap bisa punya me time, walaupun jujur, memang lebih sulit dibandingnya waktu yang diperoleh ketika anak-anak sekolah. Karena sebentar-sebentar, mereka akan menghampiri ibunya untuk minta pertolongan, bertanya sesuatu atau sekedar mencari tahu emaknya lagi ngapain.

Harus pinter-pinter mencari kesempatan agar punya waktu yang berkualitas. Saya sendiri, sering memanfaatkan waktu ketika menunggu anak-anak les sebagai me time saya. Ada waktu dimana Naufal mengikuti les selama 2-3 jam (kadang lebih). Dalam jeda ini, saya menunggunya di mobil sambil memejamkan mata sesaat, menulis, membaca buku atau chatting.

Semakin lamanya waktu interaksi bersama anak, ternyata membuat banyak perubahan pola pikir juga. Kalau sebelumnya, saya berpikir bahwa me time adalah waktu kita sendirian, tanpa ada gangguan siapun. Kini perspektif saya berubah, bahwa waktu me time saya adalah waktu ketika saya bersama anak-anak. Dalam kondisi santai, tidak ada pressure pekerjaan atau mengerjakan sesuatu yang berarti.

Ini sudah cukup menjadi me time saya.

Di salah satu postingan teman, saya bahkan pernah membaca kisah seorang ibu yang tidak sabar menantikan anak-anaknya segera dewasa supaya bisa banyak punya me time. Supaya punya banyak waktu luang untuk menemukan kesibukan untuk dirinya sendiri, bukan untuk anak-anaknya saja.

Saya kira ini sebuah pemikiran wajar. Mungkin si ibu kelelahan karena sehari-hari tidak dibantu siapa-siapa dalam mengurus anaknya. Saya mencoba memahami kondisi si ibu.

Tapi kemudian saya mendapat curhat dari seorang teman, kalau dia ternyata rindu anaknya. Sejak lulus SD anaknya sudah terpisah jauh, masuk pesantren di kota yang berbeda. Dia merasa, waktunya mendidik anak ternyata hanya sampai anaknya usia 12 tahun, selebihnya anaknya sudah milik kehidupannya (karena praktiknya, dia hanya ketemu anaknya sekali dua kali dalam satu semester, itupun hanya beberapa jenak). Teman saya ini bilang, beruntung ya Anne menjadi homeschooler yang bisa terus bersama anak.

Saya tidak sedang membandingkan beberapa kondisi yang berbeda dengan saya dan menganggap menjadi homeschooling mom adalah pilihan paling baik. Tidak sama sekali. Tapi ini menjadi sebuah penyemangat bagi kita para homeschooling mom, bahwa ada lho di luar sana yang menantikan kebersamaan lebih lama dengan anaknya.

Jadi kalau ingin memulai HS tapi takut tidak punya me time, sebenarnya kita tinggal mengatur waktu saja (seperti yang pernah saya tulis di postingan lain). Banyak kesempatan bagi para mommies untuk tetap bisa melakukan sesuatu untuk dirinya sendiri.

Saya sendiri malah merasa lebih produktif setelah menjadi homeschooler.

Satu cerita yang membuat saya terkesan adalah kalimatnya Mbak Septi Peni Wulandani, pakar Jarimatika dan Community Based Education ini, bahwa menjadi ibu ternyata merupakan impiannya. Dan ketika dia sudah berkomitmen menjadi ibu dan menghomeschoolkan anak-anaknya, semua visi pribadinya berada di lingkaran kegiatannya sebagai ibu.

Bagaimana akhirnya dia bisa menemukan konsep jarimatika, kemudian bisa menciptakan beberapa lagu dan yell, dan sebagainya. Prinsip beliau adalah dengan pengalamannya sekian tahun menjadi ibu, dia harus bisa menjadi ibu yang profesional. Dan kemudian beliau mendidikan Institut Ibu Profesional yang komunitasnya tersebar di beberapa daerah.

Kembali ke masalah me time, sejujurnya, buat saya ketika kita sudah berkomitmen menjadi homeschooling mom, yang dicari pertama kali bukan lagi kapan saya bisa me time. Melainkan bagaimana saya bisa menjadi seorang homeschooling mom yang bahagia, dengan me time yang secukupnya. Dan seiring dengan berjalannya waktu dan proses belajar bersama anak, kita semakin terlatih mengatur waktu dan terbentuk waktu-waktu yang bisa memberi kita me time sesuai yang kita butuhkan.

Dan above all, saya ingin memanfaatkan waktu berharga bersama anak-anak ini seoptimal mungkin. Membersamai mereka, menemani mereka tumbuh dan menjadi orang pertama yang mereka cari ketika mereka ingin bercerita, berkeluh kesah dan berbagi bahagia. Sampai saatnya melepas mereka menjadi anak kehidupan.

(baca:Ketika Anak-anak Kita Milik Kehidupannya).

Karena tak lama lagi, sadar atau tanpa kita tidak sadari, waktu ternyata berlari. Anak-anak yang selama ini terasa merepotkan, ternyata undur diri dari rumah orang tuanya untuk mengejar mimpi mereka, tanpa banyak melibatkan kita lagi.

Anak yang beberapa tahun lalu masih di gendongan, mungkin akan menggandeng wanita/pria lain yang dia cintai dan mengarungi kehidupan bersamanya. Anak-anak yang sebentar-sebentar mencari kita, nanti akan mencari orang lain, keluarga barunya.

Saya belum sanggup membayangkan ini. Saya masih ingin menikmati kebersamaan dengan anak-anak. Kruwelan di kasur, tickle fight dan telling silly jokes serta tidur sambil berpelukan. Saya tidak keberatan, sebagian besar waktu saya habis bersama mereka. Melihat wajah riang dan binar mata mereka menjelajahi ruang dan waktu bersama. Bahkan kalau bisa, saya ingin memperlambat waktu, belum ingin mereka segera pergi menjalani kehidupan milik mereka dan meninggalkan rumah kami dalam keadaan sunyi.

Baca puisi karya Khalil Gibran yang menyentuh hati berikut ini yuk:

Your children are not your children

They are the sons and daughters of Life’s longing for itself. 

they come through you but not from you,

And though they are with you yet they belong not to you.

You may give them your love but not your thoughts,

For they have their own thoughts.

You may house their bodies but not their souls,

For their souls dwell in the house of tomorrow,

which you can not visit, not even in your dream.

You may strive to be like them,

but seek not to make them like you.

For life goes not backward nor tarries with yesterday.

You are the bows from which your children

as living arrows are sent forth.

The archers sees the mark upon the path of the infinite, 

and He bends you with His might

that his arrows may go swift and far.

Let your bending in the archer’s hand be for gladness;

for even as He loves the arrow that flies,

so He loves also the bow that is stable.

(Khalil Gibran, “On Children”).

 

2 thoughts on “Kapan Homeschooling Mom Bisa Punya Me Time?

  1. Beneran deh… Ternyata menikmati masa-masa kebersamaan dengan anak itu hanya hitungan belasan tahun aja. Apalagi bagi HSMum yang terbiasa berendeng-rendeng dengan gerombolan krucilnya. Kala tiba saat mereka sudah hidup di dunia masing-masing, kitapun terpana kesepian. Hiks.

    Pernah suatu ketika aku pergi tanpa siapapun yang menemani, koq tetiba terasa begitu sepi dan sendiri, semua jadi serba kikuk dan canggung. Kapok deh, keqnya lom iklas berpisah dengan mereka. 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *