
Teman-teman, kalau kita sudah memahami konsep HS itu seperti apa dan tidak ada lagi kerancuan pemahaman tentangnya, maka keputusan untuk memilih menjadi praktisi HS ada di tangan teman-teman sebagai orangtua dan di tangan anak. Tentu kita nggak bisa secara sepihak untuk memutuskan HS, tanpa persetujuan anak-anak, karena sejatinya anak-anaklah adalah pelaku HS itu sendiri. Dan anak-anak kita juga perlu diberi pehamahaman agar tahu apa yang akan dijalani dan bagaimana konsekuensinya.
Silakan baca Kisah Anak-anak tentang Keseharian HS Mereka: Aku Belajar Tapi Gak Sekolah
Belajar dari pengalaman kami di awal HS, yang perlu dibangun pertama kali justru bukanlah kurikulum apa yang akan dipakai atau apa yang mau dipelajari. Tapi membangun bonding dan memperbaiki komunikasi dengan anak.
Karena sebelumnya, bagi anak-anak yang sekolah, orangtua adalah tempat mereka pulang, setelah kelelahan menuntut ilmu. Sementara yang sebagian besar menjadi pendidik mereka adalah guru. Lalu setelah menjadi hser, orangtua adalah orang pertama yang akan mendidik mereka.
Dan mereka juga harus mau taat sepenuhnya pada orangtua sebagai manajer pendidikan mereka, yang menentukan apa yang akan mereka pelajari dan apa yang terbaik buat mereka.
Baca tentang otoritas orangtua: Charlotte Mason, Apa Yang Bisa Kita Pelajari Darinya
Orangtua punya otoritas sepenuhnya, namun artinya orangtua harus banyak belajar dan memahami konsep pendidikan terutama pendidikan Islam: adab sebelum ilmu, ilmu sebelum amal dan amal sebagai tempat untuk mengaplikasikan ilmu ini.
Sebagai orangtua, kita juga harus paham bahwa proses pendidikan anak di rumah bukan proses yang kita ingin lihat hasilnya secara instan. Proses dalam homeschooling, memang melibatkan akademis, namun ini hanya sebagian kecilnya saja. Kurikulum HS itu sangat luas, metode yang bisa dipilih itu sangat banyak.
Apa investasi terbesar diperlukan sebelum memulai HS: WAKTU. Waktu adalah hal terbesar yang bisa kita dedikasikan untuk pendidikan anak-anak. Orangtua perlu menemani proses belajar anak-anak agar terbangun kebiasaan-kebiasaan baik dan suasana belajar yang kondusif. Terutama bagi mereka yang baru memulai perjalanan homeschooling.
Namun dalam perjalanannya kita harus menyiapkan anak-anak untuk menjadi pembelajar mandiri. Konsep pembelajar mandiri ini adalah satu konsep lain di luar metode atau kurikulum. Goal di tengah-tengah.
Jika anak sudah bisa belajar mandiri, mereka tahu ingin belajar apa, mereka sudah bisa mengorganisir waktu mereka sendiri, mereka tahu kemana mencari bahan untuk belajar. Orangtua fungsinya adalah satpam, ambulance dan assesor aja.
Sebelum ngacaprak saya kejauhan, langsung aja deh. Buat teman-teman yang sudah mantap memulai HS, saya ada beberapa tips sederhana, namun pelaksanaannya harus dipikirin bener-bener. Karena kita memang sedang nggak main-main dengan masa depan anak kita kan ya.
Langkah-langkah ini adalah versi keluarga kami, yang sering kami perbarui dalam rentang waktu tertentu, disesuaikan dengan kebutuhan dan progess di keluarga kami. Sungguh, meski kelihatannya bagus (karena menggunakan bahasa-bahasa keren) bukan berarti keluarga kami sudah settled dalam urusan ini. Kami masih terus belajar, mengasah hati, jiwa dan pikiran agar apa yang kami rumuskan bisa berjalan secara konsisten.
Sekali lagi, kata konsisten saya tegaskan, karena menjalaninya secara konsisten adalah tantangan paling besar buat keluarga kami.
Langkah-langkah Memulai Homeschooling
- Menyusun visi misi keluarga.
Saya masih ingat, satu masa di awal menikah suami mengajak saya berdiskusi tentang visi misi keluarga, target jangka panjang dan pendek kami sebagai keluarga dan pribadi. Dulu saya sempat kaget kalau sebuah pernikahan perlu hal-hal kayak begini. Namun dalam perjalanannya saya paham, visi misi adalah pegangan kami dalam membangun apapun, apalagi membangun bahtera keluarga.
Terlebih dalam dunia homeschooling, langkah marathon yang kami ambil dalam mendidik anak, visi misi ini sangat penting sebagai panduan kita menyusun goal ke depan. Apa yang kita harapkan dalam proses homeschooling ini. Apakah sekadar ingin supaya anak-anak bisa meraih profesi bagus, atau beyond that, agar kita bisa bersama-sama masuk ke surganya Allah.
Jadi teman-teman, saat ingin memulai homeschooling, siapkan visi misi keluarga yang dirumuskan bersama-sama.
2. Mengidentifikasi nilai-nilai apa yang dimiliki oleh keluarga (core value)
Setelah menentukan visi misi, kita bisa menurunkan pembahasan ke value apa yang paling penting yang harus dimiliki oleh keluarga.
Value ini pada akhirnya akan menjadi pedoman kita dalam memilih metode, menentukan kurikulum dan menyiapkan agenda keseharian.
Di keluarga kami, ada 3 value utama sebagai panduan dalam keseharian:
- Develop good habit
- Membentuk fikrah/pola pikir Islami world view & karakter
- Belajar untuk persiapan hidup dan belajar sesuai dengan passion anak-anak

3. Memilih metode yang sesuai
Banyak sekali metode yang biasa dilakukan oleh para praktisi homeschooling. Teman-teman bisa menggalinya lebih dalam sendiri, lalu melakukan uji coba. Nggak mengapa melakukan mix and match, karena nggak ada metode yang terbaik, semua terserah kecocokan teman-teman.
Nggak ada metode yang paling recommended, dan nggak ada keluarga yang menggunakan metode yang sama persis dalam keseharian mereka.
Berikut beberapa list pilihan metode, insyaallah untuk Charlotte Mason, saya sempat menuliskan 10 dari 20 filosofi yang dianut oleh Charlotte Mason. Selebihnya silakan teman-teman browsing sendiri ya.

4. Turunan dari metode adalah kurikulum.
Setiap metode biasanya memiki teknis atau kurikulumnya masing-masing. Di keluarga, kami nggak menggunakan satu macam kurikulum. Kami menggabungkan antara kurikulum yang ada di Charlotte Mason untuk bahasan literasi, kurikulum Diknas untuk matematika, selebihnya kami menyusun kurikulum dan acuan sendiri tanpa panduan khusus. Ini kami buat berdasarkan kebutuhan dan kondisi anak-anak.
5. Menyusun jadwal keseharian
Tentu saja, setelah memiliki visi misi, goal, metode dan kurikulum, kita tinggal menyusunnya menjadi jadwal keseharian. Jadwal keseharian di rumah kami sangat fleksibel, anak-anak nggak selalu menggunakan jadwal malah. Terutama untuk hal-hal yang sudah menjadi kebiasaan sehari-hari, jadwalnya bisa mereka atur sendiri sesuai kondisi yang ada. Yang penting, di akhir pekan atau bulan, kami melakukan evaluasi. Kalau ada hal-hal yang perlu diperbaiki akan kami bahas saat evaluasi ini.
Kalau kelima hal ini sudah siap, tentu memulai homeschooling akan lebih mudah. Kalaupun teman-teman termasuk keluarga yang learning by doing atau nggak suka menyusun rencana secara detil juga nggak mengapa. Teman-teman tetap bisa menjalankan homeschooling dengan gaya sendiri. Tentunya nanti akan ada keseruan dan kejutan-kejutan sendiri.
Menurut saya sih, selama komitmen sudah ada dan teman-teman punya awareness kemana akan melangkah, kelima hal di atas bisa dilakukan sambil berjalan. Di tengah-tengah, seringkali kita perlu merombak dan menata ulang kembali kok. Karena toh perjalanan kita nggak selalu linier kan. Nikmati aja keseruannya.
Oya, kalau teman-teman merasa bingung dengan bahasan di sini, silakan baca dulu tulisan sebelumnya ya: Menimbang Homeschooling di Masa Pandemik COVID19.
Tentang manajemen keseharian di keluarga kami, silakan teman-teman baca di sini: Agenda Keseharian HS Kami.
Alhamdulillah nemu tulisan ini. Hatur nuhun. Sy jd mengenal landasan HS. Punten revisi sedikit. Metode yg ke-6, setau saya namanya Waldorf.
Oh iya, typo ya. Makasih koreksinya yaa
Sama-sama Teh
Halo kak,
Perkenalkan sy Ari dari Sidoarjo.
Saya lagi start memulai HS untuk kedua anak sy, syifa 6,5th dan uwais 4th.
Saya typicalnya setelah menentukan visi unt kedua anak2 sy, kegiatan kedua anak2 sy ya fleksibel aja, mengalir aja. Tapi Istri saya kebalikan, kalau gak ada jadwal, dia bingung kyk tdk ada arah dn tujuan, dan ujung ujungnya bete. Hehe..
Mohon sarannya ya kak,
Terima kasih banyak
Hehehe kondisi seperti itu biasa terjadi, saya juga dulu sama. Agenda harus jelas, harus ditaati. Lama-kelamaan saya mulai bisa berdamai dengan waktu. Prinsipnya selama anak2 ada yg dikerjakan, nggak gabut atau larinya ke game/gadget, gak apa. Meski sekadar ngobrol, memasak bareng, baca buku, main-main, itu sudah luar biasa. Seiring waktu, semakin dapet polanya, bisa sambil membangun good habit juga bersama anak2. Terus semangat yaa…terima kasih sudah mampir blog saya.