
Bermula dari selesainya masa kerja saya di Australia di penghujung tahun 2013, salah satu hal yang harus dipikirkan saat pindahan adalah sekolah anak-anak. Tentu saja kami menginginkan sekolah yang terbaik menurut kami. Setelah googling dan tanya kawan-kawan, istri saya menyarankan beberapa sekolah lengkap dengan keunggulan-keunggulan yang dimilikinya.
Saya bertugas menghubungi sekolah-sekolah tersebut untuk bertanya-tanya proses pendaftarannya. Dari dua sekolah yang kami anggap bagus ternyata tidak ada satupun yang menjamin ketersediaan kursi buat kedua anak kami. Ya wajar saja, namanya sekolah bagus pasti banyak peminatnya.
Setelah berdiskusi dengan istri dan melihat bagaimana antusiasme anak-anak saat menjalani ‘liburan penuh kegiatan’ akhirnya kami melirik homeschooling. Awalnya kami terinspirasi oleh kisah kesuksesan Ibu Septi Peni Wulandari yang merupakan seorang ibu rumah tangga professional, penemu model hitung jarimatika yang mendidik anak-anaknya dengan metoda homeschooling. Kami pun, terutama istri, mulai sibuk mencari-cari informasi tentang homeschooling. Bagaimana legalitasnya di Indonesia, metodenya, ilmu dasarnya, kurikulumnya, komunitasnya, kegiatan sosialisasi anak-anaknya, dan seabreg informasi lainnya.
Akhirnya dengan mengucap basmalah kami memutuskan untuk memilih jalur homeschooling ini dalam mendidik anak-anak kami. Beberapa alasan yang bisa kami sebutkan diantaranya:
1. Kami menginginkan agar anak belajar sesuai keinginan dan minatnya. Anak-anak memiliki kemampuan belajar yang luar biasa jika mereka belajar dengan minat. Fokus dari HS ini adalah menggali lebih dalam minat anak-anak dan memberikan mereka pilihan.
2. Kecepatan belajar anak-anak berbeda. Dengan HS maka anak akan bisa belajar sesuai kecepatannya dan dengan metoda belajar yang dominan untuknya. Kedua anak saya memiliki kecepatan dan karakter yang berbeda dalam hal belajar. Contohnya Naufal adalah pelajar visual dengan daya tangkap yang luar biasa. Kemampuannya membaca dan mengerti konteks bacaan sangat luar biasa. Dulu waktu masih sekolah di Kalimantan sering ditegur karena banyak melamun dan tidak melihat ke guru, sementara disini dia banyak dipuji guru karena gurunya tahu walaupun dia terlihat tidak memperhatikan namun dia sudah mengerti sehingga seringkali gurunya memberi “challenge” yang berlebih kepada dia supaya tidak kebosanan di kelas.
3. Orangtua berperan besar dalam HS. Hal ini penting untuk “mengambil kembali” tanggungjawab pendidikan yang selama ini sering diserahterimakan orangtua ke sekolah/guru. Karena pada dasarnya orangtualah yang bertanggungjawab penuh pada pendidikan anak.
4. Orangtua bisa focus pada pengembangan karakter setiap anak. Hal yang mana sangat sulit dilakukan oleh guru dengan murid berjumlah banyak. Walaupun setiap hari masih banyak penemuan “ajaib” tentang anak-anak, namun kami mengetahui secara persis seperti apa karakter anak-anak kami dan apa yang menurut kami bisa kami kembangkan untuk anak kami.
5. Fleksibilitas dalam penyampaian materi. Agar anak tertarik pada suatu materi bisa dirancang melalui berbagai kegiatan yang dia minati. Minat dua anak lebih mudah diakomodir daripada minat 10 anak dalam satu kelas. Kita bisa menyampaikan materi sejarah dengan membawa mereka ke museum, berkunjung ke daerah bersejarah, bertemu tokoh sejarah, ataupun dengan menonton tv kabel saluran “History”.
6. Anak-anak bisa belajar life skill langsung melalui praktek di rumah dan lingkungan. Belajar masak, membereskan rumah, “bekerja”, peduli lingkungan sekitar adalah beberapa life skill yang bisa diajarkan langsung pada anak.
7. Fleksibilitas dalam waktu. Kalau jalanan banjir, ada demo, atau ortunya sakit maka jadwal belajar bisa digeser.
8. Mengurangi stress pada anak yang tidak perlu seperti macet di jalan, bullying, beban buku, pelajaran yang tidak berhubungan langsung dengan minatnya, dll. Stress kadang memang diperlukan agar anak-anak bisa mengelolanya, namun seringkali stress yang tidak perlu dan tidak proporsional malah membuat anak depresi sehingga kehilangan gairah sekolah dan ujungnya kehilangan gairah belajar.
9. Pada intinya adalah agar “ANAK MENCINTAI BELAJAR”. Kalau anak sudah cinta belajar, apapun tantangan di masa depan akan bisa dihadapi dengan baik dan anak akan berprestasi baik.
Itulah poin-poin yang membuat kami memutuskan untuk mengambil homeschooling sebagai jalan pendidikan anak-anak kami. Kami memang sadar-sesadarnya bahwa jalan ini bukanlah jalan yang mudah dan membutuhkan kerja keras serta komitmen kami sebagai orangtua dalam menjalankannya. Saya yakin banyak orangtua lain yang berpikiran sama dengan kami yang akan kami jadikan kawan seperjuangan dalam memberikan yang terbaik buat anak-anak kami. Bismillah.
Alhamdulillah anak2 kami kegiatannya kurang lebih sama dengan kakak kakak amazing ini,masalahnya ilmu uminya jauh dengan ummi anne jauhnya seperti bumi dan langit.jadi hampir tidak ada input ilmunya.kecuiali sedikit kalau dari kakeknya.pernah suatu saat kami(tehsaka dan umi) berdebat
Nggak lah, teh Nuning. Semua orang tua itu amazing, gudangnya kasih sayang. Itu yang paling pertama terasa oleh anak-anak.
pernah suatu saat kami berdebat tentang kebun yang kami leawti(untuk sekolah saka melewati sawah,kolam,kebun)atau binatang yang kami temui(saya tdak tahu binatang apa it he he) setelah beberapa harii sepulang sekolah dia berteriak “umi naminateh limus sakeureut jiga lentah etamah kedah ati ati.oh#tepok jidat#.nya abdkitu bu pak.kedah kumahanya abdi
#needhelp#
Hanya satu jawabannya; ortu harus ikut belajar juga..hehe.
Tapi beneran Teh Nuning, ortu tidak bisa berhenti belajar karena sudah menjadi ortu. Justru dengan menjadi ortu maka banyak hal yang harus ikut dipelajari. Ya belajar jd ortu, ya belajar ttg apa yg dipelajari anak.
Semoga sukses ya Teh…
Jadi tambah wawasan buat kami juga nih, makasih sakola bumi. ijin copas n share semua artikelnya ya. sama-sama belajar. belajar dari pengalaman orang-orang adalah ilmu yang cepet nempel 🙂
Menambah wawasan ya. Kebetulan anak saya cuman satu dan sudah lewat masa pendidikn. Nanti buat cucu saya saja diterapkan
Bagaimana Mbk mengajari setiap ilmu yang ada Mbk? Sedangkan aku menjadi guru kelas dulu aya repot banget membuat persiapan mengajar.
Ikut belajar ttg homeschooling,menarik..ijin share ya Mbak..
Silakan ^^
Mau taya mengenai legalitas homeschooling dan jika ingin memiliki berkas kelulusan, nilai rapor dsb. Beberapa hal ini masih sangat penting ketika ingin mendaftar universitas di eropa seperti Jerman misalnya. Jika ada informasi terkait yg sudah ditulis boleh di share…
Terimakasih
aku belum sanggup mbak…*melipir