Pertama kali muncul niat untuk traveling ke Bromo, kami belum membayangkan bahwa ini akan menjadi sebuah perjalanan travelschooling, apalagi sebagai backpacker. Melainkan seperti traveling yang biasa kami lakukan sebelumnya. Yaitu berangkat menggunakan mobil pribadi, langsung cari penginapan dan menikmati pemandangan alam indah ciptaan Allah. Lalu leyeh-leyeh dan wisata kuliner. Liburan impian nan menyenangkan.
Namun, menjelang waktu keberangkatan, kami mengubah haluan. Destinasi tetap sama, hanya konsep perjalanan kami ubah. Dan akhirnya ini menjadi perjalanan ala backpacker kami yang pertama kalinya.
Hal pertama yang menandakan kami adalah backpacker tentunya dari bawaan yang dibawa. Ya, ransel. Masing-masing dari kami berempat membawa ransel sesuai ukuran tubuh. Suami membawa carrier besar ukuran 60 liter, saya membawa ransel berukuran setengahnya, semakin kecil hingga ke Naufal dan Kayyisha.
Mungkin teman-teman pernah membaca secuplik kisah perjalanan kami ini di catatan tentang Travelschooling yang pernah saya tulis. Ya, disana saya cerita bahwa perjalanan ini adalah perjalanan penuh spontanitas dan tanpa keluhan. Sejak awal ini adalah konsep yang sudah saya jelaskan kepada anak-anak.
Kenapa?
Karena ini adalah kali pertama kami melakukan adventurschooling. Berpetualangan sambil belajar, tanpa melakukan reservasi dan menyusun itinerarty. Disinilah ide travelschooling kami semakin mantap, bahwa selanjutnya kami ingin menjadi keluarga travelschooler (silakan baca alasan kenapa kami melakukan travelschooling?). Karena itu, kami membawa banyak misi dalam melakukan perjalanan, terutama mengajak anak-anak untuk berada dalam kondisi yang serba seadanya, sanggup bertahan dalam ketidaknyamanan dan siap bergerak tanpa berpikir panjang.
Bukan hanya anak-anak juga sih, konsep ini awalnya terasa berat juga buat saya sebagai orang yang well-planned, organised dan comfort zone lifestyler. Karena sebelumnya, saya sering nolak kalau diajak traveling yang bikin susah. Takut kalau pergi ke toilet yang kotor, ribet dengan bawaan dan harus makan di tempat yang makanannya saya suka aja dan harus bersih.
Jadi, ketika ide backpacking tanpa keluhan, jelas ini sebuah tantangan besar buat saya plus sambil mendidik anak-anak tentang hal yang sama.
Persiapan Sebelum Travelschooling ala Backpacker
Persiapan kami selalu mendadak. Dalam setiap perjalanan, kami selalu packing malam sebelum berangkat (jangan ditiru deh), kebiasaan SKS pas jaman kuliah dulu. SKS alias sistem kebut semalam. Apalagi karena kami berpikir akan berangkat hanya dengan ransel, jadi yang akan kami bawa tidak banyak. Jadi semalam saja cukup.
Saya punya beberapa item perlengkapan yang wajib dibawa (selain perlengkapan yang dipakai di badan), yang sudah saya tuliskan dalam postingan: Peralatan Yang Wajib Dibawa Saat Travelschooling, yang disiapkan oleh saya dan suami. Sementara anak-anak menyiapkan perlengkapan pribadi mereka masing-masing.
Ada teknik khusus yang kami pakai dalam packing, yaitu kami menghitung perkiraan lama perjalanan dan menetapkan satu baju untuk satu hari dengan cadangan 1 baju saja. Ini sangat efektif agar bawaan kami ringkas. Dan ada teknik menggulung baju supaya tidak bikin ransel penuh.
Persiapan yang penting adalah siap mental untuk menghadapi apa saja. Banyak berdoa sebelum perjalanan agar diberi kemudahan dan dijauhkan dari segala bahaya.
Travelschooling Ala Backpacker Menuju Bromo Dimulai
Kami menumpang kereta ekonomi Gaya Baru dari Stasiun Senen menuju Surabaya. Kereta yang akan membawa kami berangkat pukul 11.00 dan akan tiba di Stasiun Wonokromo pukul 2 dini hari.
Sebelum berangkat, kami sudah berpesan ke anak-anak bahwa sesampainya di Surabaya nanti, mereka harus siap istirahat menunggu pagi dimana saja. Entah di masjid, mushola stasiun atau mencari penginapan terdekat. Kami memang tidak memesan hotel atau penginapan. Rencana kami lepas begitu saja.
Perjalanan yang memakan waktu 15 jam cukup melelahkan buat kami. Terutama AC kereta yang sangat dingin yang berada tepat di atas bangku tempat kami duduk. Sudah duduk bergantian, pakai jaket plus kain sarung, tetap kedinginan. Apalagi posisi tidur di kereta ekonomi tentunya tidak nyaman karena harus sambil duduk tegak.
Alhamdulillah, anak-anak tidak mengeluh sama sekali. Mereka enjoy saja dengan keadaan. Hingga kami turun stasiun. Belum lagi kami melangkah ke luar gerbangnya, ponsel suami berdering. Ternyata ada seorang sahabat lama yang sejak awal memang bertanya jadwal kereta kami, ternyata menjemput di depan stasiun.
Huaaa…kejutan menyenangkan sekalii. Alhamdulillah. Kami tidak jadi tidur di ngemper.
Pertolongan begitu saja datang, dan ini satu bentuk kemudahan pertama yang kami temukan.
Perjalanan Menuju Bromo
Kami didrop hingga ke terminal Bungurasih Sidoarjo. Ya, ini adalah bentuk kemudahan yang lain. Setelah semalam mendapat tempat menginap yang nyaman, sarapan lezat dan tumpangan mobil keliling Surabaya dan sampai ke terminal.
Selain pesan untuk tidak mengeluh, kami juga mengatakan pada anak-anak untuk selalu hati-hati dan waspada. Tidak lengah dengan barang bawaan dan tidak terpisah dengan orangtua. Begitu pula setiap memasuki tempat baru, jangan lupa berdoa dan selalu hati-hati.
Di sini anak-anak mendapat pengalaman pertama menyantap makan siang di terminal. Dengan menu seadanya dan sebisa mungkin mereka menyukai apa yang dimakan. Karena boleh jadi, kami tidak akan makan apa-apa lagi sampai malam nanti, jadi asupan harus cukup.
Tak lama, kami naik bus ekonomi AC yang membawa kami ke tempat pemberhentian berikutnya di Probolinggo. Di sini kami sempat menunggu cukup lama hingga Elf yang akan membawa kami berangkat penuh. Saat itu bukan musim liburan, di hari Senin. Jadi traveler nggak banyak.
Sekitar 2 jam kemudian barulah satu persatu penumpang datang dan kuota Elf untuk berangkat terpenuhi. Kami berangkat bersama backpacker mancanegara. Hanya kami turis domestiknya.
Menikmati perjalanan menuju Bromo cukup menyenangkan. Kami berangkat ketika hari menjelang sore dan tiba di perkampungan Tengger di malam hari dan disambut oleh udara dingin menggigit. Udara yang membawa kami menekuri perjalanan travelschooling di daerah Tengger.
Dalam aktivitas backpacking bersama anak-anak ini ada beberapa hal yang kami perhatikan:
- Pastikan anak-anak dalam kondisi sehat.
- Komunikasikan destinasi dengan sejelas-jelasnya, jenis moda transportasi, tantangan di perjalanan dan kondisi yang paling buruk yang mungkin terjadi.
- Persiapkan anak-anak siap menghadapi kondisi tidak nyaman dan spontanitas, siapa yang harus dihubungi untuk meminta pertolongan, siapkan nomor telepon darurat.
- Anak-anak harus selalu dibekali botol minum. Dehidrasi sangat mungkin terjadi di perjalanan.
- Meskipun menggunakan moda transportasi ekonomi, ciptakan suasana nyaman. Anak-anak tetap bisa istirahat dengan nyaman.
- Setiap momen di perjalanan adalah kesempatan untuk belajar. Ajak anak berkomunikasi tentang apapun yang dilihat. Kenalkan dengan beragam kondisi berbeda yang jarang ditemui di kehidupan sehari-hari. Misal, mempelajari tentang beragam profesi, geografis, human interest, kearifan lokal dan kebiasaan orang-orang yang berbeda.
- Saatnya mengenalkan anak untuk keluar dari zona nyaman. Berdamai dengan unexpected situation.
- Anak-anak juga bisa belajar adab safar, tata cara ibadah saat di perjalanan, banyak berdzikir kepada Allah.
Dalam postingan selanjutnya, saya akan menceritakan aktivitas travelschooling yang kami lakukan di Bromo, Jawa Timur. Simak terus ya.
Aah… jadi inget jln2 bareng anak, walaupun gak begitu jauh, hanya dari serang ke kota tua lanjut ke bogor, tapi berkesan
Pastinya mbak. Lihat ekspresinya deh…bikin meleleh 🙂