Tahun 2020 merupakan tahun spesial dan bersejarah dalam sejarah hidup manusia yang hidup di era ini. Semua pasti merasakan perjuangan dan hikmahnya masing-masing. Tahun ketika semua rencana kita berubah 360 derajat. Tahun ketika kita bisa memaknai bahwa sebaik apapun manusia berencana, takdir Allah bisa mengubahnya dalam waktu singkat.
Sejak pandemi hadir di Indonesia di bulan Maret, semua bentukan rencana dan hal-hal yang sudah dipersiapkan, menjadi mentah-sementah-mentahnya. Tak ada yang mampu mengembalikannya, bahkan hingga detik saya menulis ini, kita masih berada di tengah pandemi yang entah kapan usainya.
Pandemi melahirkan banyak kekecewaan, namun dibaliknya ada pelajaran dan berkah yang juga tak ternilai harganya. Banyak pengorbanan, dimulai dari harta hingga nyawa, yang seharusnya mendekatkan kita semua pada pemilik alam semesta. DI tengah pandemi yang melanda, mari kita memungut butiran-butiran hikmah untuk kita jadikan refleksi kehidupan.
Di keluarga kami, ketika pemerintah Indonesia belum resmi menyatakan bahwa negeri ini sudah menjadi bagian dari pandemi dunia, kami sudah merencanakan beberapa perjalanan. Diantaranya, saya dan Kayyisha yang tinggal selangkah lagi akan berangkat ke negeri seribu kuil, Nepal di awal April. Lalu suami dan Naufal yang rencana akan backpackeran ke Flores NTT di bulan September.
Semua rencana harus dibatalkan. Bahkan saya dan Kayyisha sempat berdebar menunggu pengembalian dana tiket dan akomodasi.
Hikmah di balik semua itu adalah, semua pengeluaran yang tadinya dialokasikan untuk traveling akhirnya aman kembali ke rekening tabungan. Di tengah pandemi ini, saya kemudian terpikir untuk kembali berpraktik dokter gigi untuk mengisi waktu yang jadi semakin luang selama pandemi. Qadarullah, atas izin Allah di bulan Oktober praktik dokter gigi resmi dibuka.
Hikmah besar lain dari kejadian ini adalah, Naufal mendapatkan kesempatan untuk magang menjadi asisten dokter gigi. Bertepatan juga dengan harapannya yang ingin masuk fakultas kedokteran, jalan magang ini bisa menjadi latihannya sebelum kelak, atas izin Allah pula, dia diperkenankan menjadi dokter.
Alhamdulillah.
Tidak ada waktu yang tersiakan, akhirnya. Kami semua bisa tetap sibuk, di antara aktivitas rutin anak-anak sebagai homeschooler. Meskipun magang, dengan jam kerja yang kadang lama melewati waktu praktik tertulis, Naufal masih bisa belajar dan mengerjakan beberapa project juga.
Begitu juga dengan Kayyisha. Kebersamaan kami di rumah, membuat kami lebih banyak berdiskusi dan menyusun banyak target bersama. Karena suami juga bekerja dari rumah, rasanya lebih lengkap kami beraktivitas sebagai keluarga. Memasak, olahraga, mengisi waktu bersama. Satu keberkahan yang tidak ternilai.
Satu hal lain yang teramat kami syukuri, tak henti kami bertahmid pada Allah, Allah karuniakan kami kesehatan yang paripurna. Allah jauhkan kami dan keluarga dari virus COVID19 yang sudah banyak menelan korban dan menghampiri beberapa teman kami. Satu nikmat yang tak pernah henti kami syukuri dan jaga selama perjalanan pandemi ini.
Meskipun kekhawatiran selalu ada, karena saya dan Naufal yang bekerja di ranah yang berisiko tinggi, sehingga kami harus ekstra perhatian menjaga diri dan menerapkan protokol selama bekerja.
Sepuluh bulan sudah kita menjalani kehidupan di tengah pandemi, menerapkan kenormalan baru dan beradaptasi untuk bisa bertahan hidup. Di tengah naik turunnya ujian kehidupan, kita benar-benar harus saling menjaga. Menjadi manusia yang peduli sesama agar kita tidak merasa hidup sendiri, meskipun banyak ada di rumah.
Selama 2020, kami banyak memutar haluan kehidupan. Alhamdulillah Allah mudahkan jalannya. Kami terus meminta agar selalu dalam lindunganNya, tak berkurang nikmat ini dan terus bisa menjadi manusia yang lebih baik di tahun-tahun mendatang.
wah teh anne termyata anaknya sudah mau kuliah yaa. kalau nggak salah naufal dulu suka robot-robot bukan sih? sekarang malah mau jadi dokter ya?
Iyaa, masa2 di Tanjung dulu seneng bikin & gambar robot. Sekarang baru SMA kelas 1.