Satu hal yang paling dikhawatirkan dan paling nggak menyenangkan adalah ketika salah satu anggota keluarga sakit. Ketika anak-anak sakit, kita para orang tua pasti punya kesibukan ekstra. Mengurus keluarga yang sehat dan mengurus yang sakit dengan perhatian yang lebih.
Pengalaman cukup merepotkan yang saya alami yaitu ketika Naufal sakit cacar beberapa bulan silam. Dia harus dikarantina karena khawatir menularkan virusnya pada Kayyisha, satu-satunya di rumah yang belum kena cacar. Naufal harus diam di kamar terus-menerus. Makan, minum dan semua kegiatannya dilakukan sendiri di kamar.
Di akhir-akhir masa sakitnya, dia bosan dan mencuri-curi keluar kamar. Adiknya juga kangen main bareng, jadi suka mampir-mampir kamar. Akhirnya, selang beberapa hari, Kayyisha ketularan juga. Eeeuuuggghhh tahu gitu gak usah pakai karantina segala. Merepotkan.
Saat Kayyisha sakit, semua berjalan normal. Sebenarnya keduanya hampir nggak pernah mengeluh gatal atau sakit. Hanya kaget aja kalau berkaca dan saat mandi, geli lihat blister-blisternya. Nah saat Kayyisha sakit, dia lebih bebas. Jadi suasana bisa dibilang aman terkendali.
Kesibukan saya sebagai emak-emak pasti rempong kala ada yang sakit. Gerak mereka terbatas, harus diingatkan tentang makan obat, dan kadang harus diberi treatmen khusus dan makanan yang khusus untuk membantu penyembuhannya.
Lalu dalam beberapa minggu terakhir (hingga hari ini), rumah sepertinya sedang dijangkiti virus influenza. Kami bergantian kena batuk pilek. Naufal hampir nggak kena sebenarnya. Dia hanya dapat runny nose semalam, itupun karena berenang. Kayyisha juga nggak ada keluhan berarti, hanya batuk-batuk kecil.
Abi, yang biasanya paling kebal, kali ini tepar juga. Dua hari terkapar di tempat tidur, sampai izin masuk kerja. Keberadaan suami di rumah dan nggak bisa bantu-bantu seperti biasa, tentu menambah tugas saya. Ya, nggak apa-apa. Hanya membayangkan, kalau saya yang sakit bagaimana? Konon, seorang ibu rumah tangga itu nggak boleh sakit.
Nah, kejadian deh, saya malah kena flu paling parah. Sampai demam 2 kali dalam 3 minggu, dan batuk yang nggak hilang-hilang. Saat demam ini, badan lemas dan pusing. Akibatnya, saya hanya bisa bed rest selama beberapa hari. Apalagi suami tetap harus kerja seperti biasa, dan anak-anak tetap harus beraktifitas. Saya sempat khawatir, siapa yang mengurus anak-anak, terutama urusan makannya.
Saat seperti ini, ternyata menjadi salah satu ujian bagi anak-anak. Karena praktis, umminya tidak bisa ada di dekat mereka seperti biasa. Nggak bisa menemani mereka di ruang keluarga.
Pagi hari, saat tahu saya nggak bisa bangun karena sekujur badan sakit, mereka bergerak seperti biasa. Menyiapkan sarapan dan beraktivitas sesuai jadwal mereka. Saya memilih nggak mengingatkan sama sekali tentang apa yang harus mereka kerjakan. Sekalian pengin tahu, mereka konsisten atau nggak saat tanpa pendamping.
Ternyata saya dibuat kaget. Nggak hanya mengurus kebutuhan masing-masing, mereka juga mengurusi saya. Menyiapkan makanan dan minuman. Sambil sesekali menjenguk sambil memijit punggung. Alhamdulillah.Kekhawatiran saya kalau urusan aktivitas harian anak-anak bakal berantakan, ternyata nggak terjadi. Bisa dibilang, anak-anak lulus ujian. Mereka bisa mengurus urusan belajar, makan bahkan mengurus kebutuhan saya.
Salah satu poin homeschooling kami adalah lifeskill dan independency. Kami memang berharap, anak-anak bisa menyesuaikan diri dan mampu menyelesaikan masalah dalam kondisi apapun. Minimal menolong diri mereka tanpa bantuan orang lain. Contohnya saat saya sakit seperti sekarang.
Dan satu hal lagi, ternyata mereka bisa bekerja sama dengan baik. Padahal, kalau saya sedang sehat…mereka sering ribut lho. Hihihi. Saat umminya sakit, mereka mau berkooperasi satu sama lain.
Ummi is so proud of you, little buddies!