Skill Yang Mulai Hilang Pada Anak Digital

Seiring dengan berkembangnya teknologi digital, banyak hal yang dulu dilakukan manual sekarang beralih ke digital. Semuanya terasa lebih mudah dan cepat. Dalam waktu singkat, kita bisa menghasilkan banyak karya dan produk.

skill anak digital

Salah satu contoh pekerjaan yang dulu ada, tapi sekarang sudah ditinggalkan orang adalah berkirim surat

Jaman sekarang rasanya hampir tidak ada orang berkirim surat secara manual dan mengirimkannya lewat pos. Saya pernah mempraktikkan untuk anak-anak, meminta mereka punya sahabat pena.

Baru dua kali berkirim surat, dia kecewa karena surat balasan dari temannya nggak kunjung sampai. Padahal sudah lewat beberapa bulan. Padahal kalau chatting via whatsapp pesannya bisa tiba dalam hitungan detik.

Anak saya jadi malas melanjutkan. Belum lagi banyak effort yang dia harus kerjakan, seperti membeli amplop dan perangko, lalu pergi ke kantor pos.

Meski saya sudah katakan, keseruan berkirim surat itu ada, tetap saja anak-anak sekarang berpikir tentang kepraktisan.

Ini hanya salah satu contoh saja, akan banyak hal-hal lain yang nantinya digantikan oleh perangkat berbasis komputer. Dari satu sisi, semua ini berdampak baik sehingga anak-anak kita akan diajarkan banyak skill baru. Namun demikian akan ada juga skill yang hilang, yang sebetulnya sedikit banyak masih diperlukan oleh generasi mendatang.

Beberapa skill yang mungkin hilang seiring semakin berkembangnya teknologi digital, diantaranya:

  • Handwriting atau menulis dengan tangan

Saya membayangkan, semakin kita sibuk dengan perangkat elektronik, semakin jarang kita menulis, bukan? Buku digantikan oleh aplikasi note di gawai. Buku tulis yang cepat habis dan dianggap menjadi penyebab banyak penebangan pohon di bumi, perlahan ditinggalkan.

Semua beralih ke alat elektronik yang semakin beragam dan user-friendly.

Bukan nggak mungkin, sekolah masa depan juga mulai meninggalkan buku dan menggunakan komputer di semua lini kegiatannya.

Saya adalah penyuka kegiatan handwriting. Saya masih lebih suka menulis menggunakan pena dan kertas, daripada digital. Tapi berapa banyak sih orang yang masih seperti saya. Jujur aja, buku bisa bikin rumah kita sesak dan berantakan. Meski seni menulis itu masih mengasyikan bagi sebagian orang (termasuk saya), tapi mencatat pake gawai itu jauh lebih praktis.

  • Riset di perpustakaan

Kalau dulu, ketika masuk ke perpustakaan kita akan mencari laci-laci berisi katalog buku. Sekarang, kita sudah disediakan komputer, dan dengan mengetik kata kunci di kolom search, semua info akan muncul.

Begitu juga dengan buku, artikel atau jurnal. Mungkin sebentar lagi, jurnal fisik mulai hilang berganti dengan jurnal elektronik. Dan melakukan studi literatur nggak usah lagi jauh-jauh ke perpustakaan. Tapi cukup diakses dari rumah.

Bayangkan, semua pekerjaan bisa lebih cepat. Kita bisa melakukan riset sambil mengasuh anak atau tidur-tiduran kan.

  • Membaca buku tebal

Saya akui, sejak aktivitas saya dengan gawai begitu intens bagaikan sahabat yang nggak bisa terpisahkan (sampai-sampai masuk WC juga bawa ponsel), saya jadi lebih jarang baca buku.

Baru sekarang-sekarang ini aja mulai mengaktifkan lagi program membaca bersama anak-anak.

Itupun godaannya besar banget. Baca satu halaman, udah pengin intip medsos.

Ini juga terjadi pada anak-anak. Attention span mereka memendek sejak kehadiran gawai ini. Yang tadinya satu buku tebal bisa dilahap dalam waktu setengah hari, atau paling lama dua hari, sekarang susah banget.

Anak-anak jadi cepat bosan membaca tulisan yang panjang-panjang. Program ini masih saya coba teruskan di rumah. Dengan kesepakatan, gak boleh ada gadget kalau sedang baca buku.

  • Membaca jam analog

Waduh, untuk yang satu ini bisa kejadian beneran nggak ya? Mungkin iya, mungkin nggak. Tapi bisa jadi, karena semua serba digital, perangkat analog memang semakin berkurang. Sebut saja timbangan, sekarang yang digital lebih banyak digunakan karena dari sisi keakuratannya juga. Begitu juga thermometer dan sphygmomanometer (alat tensi) semua sudah menggunakan yang digital.

Bukan mustahil, jam juga akan beralih ke digital semua. Padahal beberapa ahli mengatakan, dengan menggunakan jam analog, anak-anak bisa lebih belajar tentang berapa lamanya waktu itu bergerak melalui pergerakan jarum jam. Tapi kalau digital dirasa lebih praktis, mungkin orang lama-lama akan memilih digital ya.

  • Menggambar menggunakan pensil

Sama seperti menulis, perangkat menggambar pun sekarang sangat banyak yang digital. Anak-anak saya sangat suka menggambar digital karena lebih mudah. Ketika ada kesalahan, mereka tinggal memencet tombol “undo” lalu memperbaikinya. Coba kalau pakai kertas, ada kesalahan di tengah, akan merusak semuanya. Sehinga harus diulang dan mengganti kertas gambar.

Begitu juga untuk menyalin gambar yang serupa, tinggal menduplikasi aja. Hwaaaa, asli deh, lebih mudah.

Padahal, skill menggambar dengan pensil yang harus sering mengulang ketika membuat kesalahan itu memberikan banyak latihan dan melatih ketekunan.

Beberapa skill yang mulai hilang ini bisa kita pertahankan atau kita biarkan sesuai kebutuhan dan target keluarga masing-masing. Saya sendiri berusaha mempertahankannya, setidaknya agar anak-anak tetap mendapatkan manfaat dari setiap skill tersebut.

Misalnya dalam hal menulis dan menggambar manual, kami melakukannya dengan mengaktifkan kegiatan jurnaling dan sketching bersama. Untuk membaca juga tetap dilakukan bersama, yang penting anak-anak disediakan buku-buku yang menarik untuk mereka baca.

Waktu untuk menggunakan gadget yang panjang seringkali “mencuri” banyak waktu mereka, sehingga kegiatan ini sebisa mungkin dibatasi dengan membuat kesepakatan bersama.

Menurut teman-teman, skill apa saja yang sebaiknya dipertahankan buat anak-anak kita?

26 thoughts on “Skill Yang Mulai Hilang Pada Anak Digital

  1. Padahal katanya menulis tangan juga bisa menstimulasi kecerdasan. Sayang banget kalau skill ini sampai hilang. Skill seperti mengirim surat itu juga sebetulnya melatih kesabaran

  2. Digital memang bak pisau bermata dua ya.
    Tergantung kita sebagai operator mau dibawa ke mana

    Transformasi gaya hidup di era digital kudu dibarengi dengan edukasi terutama buat buah hati,
    karena tak mungkin melawan gaya hidup digital ini

  3. Saya dong, saking jarang nulis tangan jadinya kalau nulis tangan jadi gemetar dan tulisan makin gak rapi hahaha.
    Anak2 zaman now ngeluh aja dengan skripsi dll, mereka ga tau zaman dulu kita kerjain skripsi pakai baca buku manual yang nyari materi ga bisa di ctrl F hahahah

  4. Dunia digital telah merenggut semua skill alam dari menulis, berkunjung ke perpustakaan, dan lainnya. Anak bungsuku aja sejak SD udah dikenalkan dengan mencari data via google. Tapi anak-anakku masih suka baca buku bahkan beli buku pakai duit jajan sendiri

  5. Betul mba. Aku setuju dengan poin2 di atas. Makamya sebagai ortu perlulah kita ngenalin baca buku dan hal2 yang non digital agar imbang juga yang dia konsumsi

    1. Punya sahabat pena dan saling berkirim surat itu seru banget. Sejak masa sekolah dulu sampai sekarang saya masi melakukannya, bahkan ada sahabat pena dari luar juga. Sayang ya anak-anak sekarang tidak banyak lagi yang mau melakukan kegiatan berkirim surat ini. Padahal banyak manfaatnya

  6. Menulis tangan dan sketching ini yang lagi aku ajarin bener² ke anakku, Mba. Soalnya jujur deh tulisan dia berantakan bangeeet, huhu. Dan perkara tulis menulis ini awalnya kan dari rangsangan motorik halusnya ya. Jadi aku juga masih latih dia untuk merobek, main palydogh, pasir dan semacamnya.

  7. menulis di kertas pakai pensil dan pulpen sekarang ini melelahkan buatku. Apalagi ide lagi kenceng, begitu nulis manual gini kok lama ga selesai-selesai. Tapi ku latih dengan nulis jurnal kegiatan SID di buku, pokoknya harus di buku supaya jariku tetap lemes buat nulis.

  8. Karena digital banyak anak yang malas menulis dan kalau pun menulis tulisannya gak sebagus anak-anak jaman dulu 🙂 eh itu anakku juga sih, jadinya skr PR aku memperbaiki tulisan tangan mereka

  9. Iya sih bener. Saya nggak kepikiran soal sederhana kayak nulis surat pakai pos atau minimal email lah ya bisa melatih anak utk terbiasa dgn proses yg panjang. Alhamdulillah saya termasuk gen Y yg masih merasakan teknologi jadul, lama, konvensional banget. Memang ortu zaman sekarang kudu pinter-pinter cari kegiatan kreatif buat anak biar nggak terlena dgn teknologi yg serba cepat, praktis, dan instan.

  10. Iya bener, Mbak. Jangan sampai era digital mengalihkan semuanya ya. Apalagi dunia anak. Oya, di sekolah anak saya, ada kegiatan mengunjungi kantor pos. Mereka diminta menulis surat untuk orang tua dan dikirim. Ah, serunya. Anak-anak pun antusias. Dan para orang tua terharu ketika dapat surat dari anaknya sendiri 😍

  11. Hiiks~
    Iya banget..
    Kalau mau dirunut, ada banyak yang hilang dari anak-anak jaman sekarang.

    Seperti sensasi jalan kaki karena ngejar angkot atau bis saat sekolah.
    Anak sekarang sama Mama uda dipanggilin Ojol tuuh…

  12. Menggambar menggunakan pensil ini mwmang jarang ditemuin ya Mba. Aku kemarin masih gambar make pen hahhahaha buat bikin video seru seruan. Digital memang ada positif dan juga hal yang dikangenin ya

  13. Ya ampun mba Ane bener banget itu yang menulis dengan tangan. Tapi di sekolah ankku untungnya di batesin belajar menggunakan gadgetnya dan perbanyak nulis tangan soale guru juga tau pasti anak sekarang itu main gadget dieumahnya.

  14. Iya ya mbak. Banyak hal yang hilang di era yang semakin canggih seperti ini. Satu contihnya seperti yang mbak sebutkan di atas. Berkirim surat. Jadi inget dulu waktu belum ada telpon pinter saya doyan sekali berkirim surat sama sahabat saya bahkan surat2nya masih saya simpen sampe sekarang. Sayang banyak anak2 sekarang yang nggak ngerasain betapa serunya saling berkirin surat.

  15. Skill2 dasar seperti menggambar dan membaca buku tetep baik dilestarikan. Soal jam analog, mungkin secara tidak sadar aku juga masih ingin mengikuti pergerakan waktu ya. Tak pernah suka pake jam digital, selalu pilih yang analog.

    Anak keduaku juga udah ga begitu minat baca buku gara2 kehadiran gawai nih. Seberapa kuat aku membatasi pemakaian, biasanya hanya Sabtu Minggu aja, tetep aja dari Senin sampai Jumat si bocah tak juga berminat baca buku. Sediiih…

  16. Bener banget mba.. makanya penting untuk tetap ajarkan mereka cara-cara manual yang justru mengasyikkan. Anak-anakku masuk suka menggambar dengan pensil dan baca buku favorit mereka

  17. Skill di atas masih dilakukan sama anak2ku, soalnya mereka emang dikasih batasan waktu megang gadget. Walaupun handwriting sih ya begitu deh ya, soalnya pada anak cowok sih 🤣

    Oiya, riset di perpustakaan juga belom coba, selama ini baru baca2 aja di perpus.

  18. Waktu memakai gadget ini memang sebaiknya dimnimalisir, namun bukan untuk dihindari. Sebaiknya kasih aturan pasti berapa jam dalam sehari boleh memegang gadget.
    Beberapa poin diatas akan saya coba terapin ke anak sesuai tumbuh kembangnya nanti, paling tidak supaya mereka tahu kebiasaan orang orang dulu sebelum adanya gadget.

  19. padahal dulunya saya termasuk orang yang lebih suka menulis tangan daripada mengetik. Apalagi untuk surat lamaran pekerjaan, entah mengapa saya tuh sukaa banget kalo ada persyaratan surat lamarannya harus ditulis tangan (mungkin karena saat itu belum punya laptop). Tapi sekarang menulis manual kok rasanya capek banget dan tulisannya juga udah gak rapi lagi saking tangan ini udah gak biasa nulis 🙁

  20. Pengalamanku sbg anak, dulu mamaku mengajakku ke acara lomba lukis, lomba mewarnai, lomba paduan suara, membiasakan membaca (bobo, ananda) dan mengenalkan qiroah utk latihan nafas. Dan ternyata passionku nulis diary justru malah ga ada yg ngajari, kecuali ngliat papa membiasakan menulis di diarynya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *