Sosialisasi Anak Homeschooling

sosialisasi anak homeschoolingSosialisasi anak homeschooling merupakan salah satu isu penting kedua setelah urusan ijazah atau legalitas. Ini yang sering ditanyakan oleh para orangtua sebelum memulai menjadi praktisi homeschool atau ketika bertemu dengan praktisi.

“Bagaimana dengan sosialisasinya?” Kira-kira seperti itu pertanyaannya.

Di sini, saya tidak akan membahas tentang bagaimana sosialisasi anak homeschooling karena bagi kami ini adalah pertanyaan basi yang tidak perlu dijawab. Jadi kalau masih ada yang bilang, “Kasihan dong kalau HS anaknya nggak bisa bersosialisasi”, sudah tidak akan lagi saya tanggapi.

Tapi kalau masih ada yang memerlukan penjelasan tentang sosialisasi anak homeschooling ini, silakan kunjungi Rumah Inspirasi ya. Di sini dijelaskan hal-hal yang paling dasar tentang bagaimana anak hs bersosialisasi.

Yang akan saya tulis dalam postingan ini adalah tentang menemani anak-anak bersosialisasi di beragam lingkungan. Inilah yang menjadi kekuatan dunia hs, dimana anak-anak mempunyai kesempatan yang amat luas untuk melakukan sosialisasi. Tidak terbatas teman yang itu-itu saja sepanjang tahunnya. Kesempatan ini, saya dan keluarga manfaatkan untuk memberi kesempatan buat anak untuk bergaul seluas-luasnya.

Kalau berkaca ke masa ketika saya masih sekolah dulu, saya juga mendapatkan banyak kesempatan bersosialisasi justru bukan di sekolah. Banyak hal berkesan yang saya dapatkan justru ketika saya aktif dalam organisasi dan kegiatan di luar sekolah. Dan ternyata ini juga yang membangun softskill di kemudian hari.

Apa manfaat utama dari sosialisasi yang beragam ini? Yang utama adalah memperkuat karakter. Lalu seperti yang saya sebutkan sebelumnya, ini bisa melatih softskill anak-anak. Dan satu hal yang tak kalah pentingnya adalah untuk berjejaring. Iya, memperluas jejaring mereka untuk bekal mereka sendiri kelak.

sosialisasi hs

Tentang sosialisasi anak homeschooling yang beragam:

 

  1. Berteman dengan sesama Homeschooler

Tentunya, berteman dengan sesama homeschooler akan membuat anak-anak merasa menemukan dunia yang sama. Tidak berasa berbeda sendiri. Di sini, tidak hanya anak namun orang tua akan mendapatkan manfaat.

Biasanya, komunitas para homeschooler merupakan kumpulan keluarga. Bukan hanya tempat menitipkan anak seperti dalam les atau sekolah formal/informal. Jadi saat anak-anak juga bertemu teman-temannya, para orang tua juga bisa saling bertukar pengalaman, menggali ilmu tacit knowledge dan berjejaring juga.

Akhirnya, tidak hanya anak yang mendapat manfaat. Para orang tua pun bisa menemukan kelompok yang memiliki hobi dan minat yang sama dan memperluas jejaringnya dari sini.

  1. Pertemanan dengan teman non HS (anak sekolah)

Karena khawatir kena bully atau alasan-alasan lain yang seringkali muncul dari orangtua, kadang membuat anak-anak HS ini diisolasi dari lingkungan anak-anak sekolah. Padahal tidak ada salahnya lho mereka membangun pertemanan di sini. Bukan untuk membanding-bandingkan. Ini malah harus dihindari, karena ujung-ujungnya kita akan berusaha menampakkan sisi-sisi baik anak kita saja. Padahal tidak ada manusia yang sempurna, bukan? Termasuk anak kita maupun anak-anak lainnya.

Ketika anak-anak membangun pertemanan di dunia yang berbeda dengannya, ini akan membangun cara pandang yang berbeda dan mengajarkan anak-anak untuk menghargai bahwa selain dirinya ada anak lain yang mempunyai pilihan yang berbeda dalam menempuh pendidikan.

Biarkan mereka berteman secara natural, tanpa perlu dibanding-bandingkan.

  1. Pertemanan dengan teman yang beda latar belakang (agama, budaya, sosial, ekonomi)

Saya pernah mendengar bahwa ada satu sekolah yang isinya kebanyakan orang berada, atau jika kita memasukkan anak kita ke SDIT atau sejenisnya, umumnya sekolah ini homogen kan ya. Paling tidak dalam hal agamanya. Beda dengan anak-anak yang sekolah di SD negeri, yang umumnya lebih beragam.

Untuk anak-anak, saya mencoba memberi kesempatan kepada mereka berteman di lingkungan yang beragam. Sebelumnya mereka memang pernah berada sebagai minoritas ketika ada di Australia. Dan sekembalinya ke tanah air, ketika mereka sudah menjadi mayoritas (dalam hal agama, misalnya) saya berharap mereka memahami dan bisa tetap respek kepada minoritas. Alhamdulillah kami dipertemukan dengan Klub Oase yang sangat beragam dan memberi kesempatan anak-anak (juga orang tuanya) untuk bersosialisasi di lingkungan yang heterogen.

Kuncinya, saat berada di lingkungan heterogen ini mereka harus dikuatkan nilai-nilai yang kami anut. Agar tidak mudah terwarnai. Namun juga tetap menghargai ketika bertemu dengan nilai berbeda yang dimiliki temannya.

Oya, lingkungan heterogen ini tidak juga hanya tentang agama dan budaya, namun juga bisa berhubungan dengan hobi dan passion. Berada bersama dengan teman-teman yang beragam minat dan passionnya tentu membuka wawasan mereka dan latihan mengenal beragam dunia yang dimiliki teman-temannya.

  1. Pertemanan dengan lingkungan homogen

Lingkungan yang memiliki homogenitas tetap perlu, terutama yang menganut nilai yang sama. Dalam hal ini, saya memberikan kesempatan anak-anak untuk mengikuti kegiatan keagamaan di lingkungan masjid dan berkumpul dengan kelompok pengajian.

Tentu mereka akan membutuhkan ini sebagai tempat untuk menguatkan dan mengisi ruhiyah mereka agar tidak burn out saat berkumpul dengan lingkungan yang heterogen.

Berhubungan dengan lingkungan homogen ini juga adalah berkumpul dengan teman-teman yang memiliki minat yang sama. Cukup banyak komunitas berbasis minat dan passion yang bisa mereka ikuti. Seperti klub robotik, pecinta reptil, himpunan astronomi amatir dan sebagainya. Sampai saat ini sih, anak-anak saya belum bergabung dengan komunitas tertentu sesuai minat mereka. Insya Allah ini menjadi PR saya ke depannya.

  1. Pertemanan lintas usia

Yang unik dari sosialisasi anak homeschooling adalah mereka mempunyai kesempatan untuk berteman tidak hanya dengan teman sebaya. Karena dunia mereka tidak dibatasi umur seperti layaknya anak sekolah. Membiarkan anak berteman dengan orang yang lebih dewasa dan yang lebih kecil pasti memberi warna yang beragam untuk cara komunikasi mereka.

Dan ketika berada di lingkungan baru, mereka akan mudah beradaptasi tanpa perlu memilih ingin berteman dengan yang sebaya saja.

Tentu saja, untuk menjalankan ragam sosialisasi ini orang tua tidak bisa tinggal diam. Kalau bagi anak sekolah, tentu dengan memasukkan anak ke sekolah mereka akan mendapatkan hal ini dalam satu paket. Namun tidak bagi anak-anak homeschooling.

Kita para orangtua harus aktif, mencari peluang dan tidak ragu untuk bersilaturahim dengan siapa saja. Dari sana, pintu-pintu sosialisasi akan terbuka. Kesempatan untuk berkenalan dengan beragam komunitas semakin terbuka.

Tidak ada yang perlu ditakuti bahwa anak homeschool akan miskin sosialisasi. Justru sebaliknya, karena waktu mereka banyak dan fleksibel maka kesempatan untuk memperluas sosialisasi lebih terbuka lebar. Dan inilah yang menjadi modal besar anak-anak kita di masa yang akan datang.

Manfaat berjejaring ini bukan hanya tentang berteman, namun juga tentang peluang dan kesempatan bagi anak menemukan dunia untuk menyalurkan passionnya.

 

 

2 thoughts on “Sosialisasi Anak Homeschooling

  1. orangtuanya harus aktif membuka pintu sosialisasi, ya. Ini salah satu hal yang mengganjal tentang HS akhirnya terjawab. Makasih mba

  2. saya setuju soal masalah bersosialisasi, karena pada dasarnya kita lebih berinteraksi bisa dimana saja dan kapan saja dengan berbagai orang dengan berbagai macam karakter diluar sana dan tidak melulu anak bersosialisasi selalu disekolahan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *