Tantangan Homeschooler Pemula di Tahun Pertama (1)

image1 (2)Kalau dalam judul di atas saya sebut sebagai tantangan, ini sebenarnya hanya untuk memberikan kesan keren atau formal. Karena yang lebih cocok adalah “Kegalauan Para Homeschooler Pemula”. Tulisan ini sebagian besar dibuat berdasarkan pengalaman pribadi, sisanya dari curhatan bersama beberapa teman.

Saya mengatakan ini kegalauan homeschooler pemula, bukan berarti setelah kita menjadi pelaku HS selama bertahun-tahun, kita jadi bebas galau. Tidak sama sekali. Karena justru akan muncul kegalauan yang lain, yang levelnya berbeda. Dimanapun kita berada, galau akan selalu ada. Jadi kalau Anda galau, jangan sedih, Anda nggak sendiri. Dan kalau Anda merasa bebas galau, saya nggak percaya. Hehehe.

Beberapa poin agaknya terasa berlebihan atau lebay ;p, tapi beneran deh, beberapa orang memang mengalaminya. Kalau ada yang perlu dikritisi atau membantu memecahkan kegalauan ini, saya terbuka banget. Silakan tambahkan atau beri komentar, ya.

Yang pertama, kegalauan ini saya beri nama: Kenyataan Yang Tidak Sesuai Dengan Harapan

Banyak pelaku HS itu menimbang-nimbang sebelum benar-benar terjun ke dunia HS. Membaca referensi lewat buku, website, grup komunitas bahkan ada yang langsung memata-matai eh menyaksikan aktivitas pelaku HS yang lebih senior.

Saat mencari tahu tentang HS lewat website atau buku seringkali kita mendapat informasi tentang sisi baik homeschooling; bagaimana prestasi anak-anak mereka dan konsep-konsep pendidikan yang terasa menjanjikan. Apalagi bagi mereka yang merasa pernah dikecewakan oleh dunia pendidikan formal.

Lalu, ketika mencoba HS langsung, belum apa-apa langsung drop. Kecewa dan frustasi. Kok, susah banget mengondisikan anak saya seperti yang saya baca di buku-buku atau blog HS.

Bayangan kita, anak-anak akan siap memulai homeschooling dengan manis, mau bekerja sama dengan orang tua mengikuti time management yang sudah disiapkan, mengerjakan aktivitas sesuai rencana. Ternyata, bangun pagi aja susah. Boro-boro on time, si anak berasa liburan melulu. Bangun tidur pengennya main game, nggak pake mandi pula.

Nggak usah panik saudara-saudara. Hal ini biasa terjadi, apalagi kalau anak-anak kita termasuk anak yang putus sekolah, alias pernah mengalami pendidikan formal. Wajar kalau si anak belum mau mengikuti keinginan orang tua langsung, karena mereka masih merasa euphoria nggak perlu bangun pagi dan mandi untuk sekolah. Mereka ingin menikmati liburan tanpa batas.

Itulah kenapa, dalam memulai HS dikenal istilah DESCHOOLING, yang artinya proses peralihan dan adaptasi dari dunia sekolah yang serba diatur oleh sistem, ke dunia homeschooling dimana kita yang harus menciptakan sistem. Dalam deschooling ini, baik anak-anak maupun orang tua sama-sama perlu proses adaptasi untuk bisa melepaskan diri dari kebiasaan sebagai pelaku pendidikan formal.

Proses deschooling dalam tiap keluarga berbeda. Ada yang bisa dilakukan dalam hitungan bulan, ada juga yang sampai bertahun-tahun. Dalam fase ini, orang tua seperti naik rollercoaster. Kadang ada pikiran ingin menyerah, mengembalikan anak ke sekolah dan merasa nggak mampu mendidik anak.

Kok, para homeschooler lain nggak mengalami? Kenapa anak-anak saya begini?

Jangan salah, lho. Para homeschooler itu, ketika mereka menceritakan semua aktivitas atau keseruan mereka, hal-hal menyedihkan di balik layarnya nggak diceritakan juga. Namanya juga pencitraan ;p. Padahal, kalau mengintip dari pintu belakang, mereka mengalami juga tuh berantem sama anak, nangis di kamar mandi karena bingung atau curhat pada suami tiap malam (eh ini mah saya semua). Mereka saling curhat juga kok, minta masukan teman seperjuangan dan berusaha menyabarkan diri.

Stop stress! Galau boleh, frustasi jangan (jitak pala sendiri). Biarkan anak-anak menemukan sendiri waktu terbaiknya untuk bergerak. Kita bertugas sebagai polisi lalu lintas aja, menjaga agar mereka tetap di jalur aman.

Yang penting ada prinsip-prinsip yang selalu kita pegang, seperti:

  1. Mengomunikasikan apa tujuan berHS.
  2. Banyak berkegiatan bersama.
  3. Orang tua menyampaikan poin-poin target buat mereka, tapi jangan buat target terlalu tinggi. Yang penting, mereka selalu bergerak dan melakukan hal positif.
  4. Tanyakan apa keinginan anak.
  5. Membuat rencana bersama anak.
  6. Hargai sekecil apapun usaha mereka, meski hanya keberhasilan membereskan tempat tidur sendiri, bangun pagi tepat waktu, atau saat mengucapkan terima kasih.
  7. Orang tua saling menguatkan. Bisa jadi, para istri yang seharian di rumah stress menghadapi anak-anak. Nah, para suami harus siap dicurhatin dan jangan menjudge apapun pada istri. Beri dukungan positif dan bantu sebisanya.

Sejauh ini, beberapa poin di atas berhasil buat saya saat sedang super galau. Eeeh, saya termasuk sering banget galau, makanya bisa menulis ini. Alhamdulillah, sekarang galau yang ini sudah banyak berkurang (hmmm, iya gak ya?), tapi bukan berarti proses Deschooling kami selesai.

Ya, saya masih merasa anak saya yang pertama masih dalam fase Deschooling. Wallahu’alam sampai kapan, mungkin sampai saya benar-benar sudah bisa membiasakan dia melakukan aktivitas yang kami sepakati bersama tanpa diingatkan. Atau dengan kata lain, sudah mampu belajar mandiri.

Kalau pada anak kedua, sepertinya tidak ada proses Deschooling karena dia belum sempat mengikuti pendidikan formal yang terstruktur seperti kakaknya. Yang ini dirasa less challenging.

Oke, ini baru galau yang pertama. Kegalauan berikutnya akan saya tuliskan dalam postingan berikutnya. Stay updated, ya.

Kalau ingin tahu lebih banyak tentang Apa itu Deschooling, silakan mengunjungi Rumah Inspirasi. Postingan selanjutnya, insya Allah tentang Sesi Galau 2: Mau Ngapain Aja dan Pilih Kurikulum yang Mana?

24 thoughts on “Tantangan Homeschooler Pemula di Tahun Pertama (1)

  1. nyengir bacanya *jitak pala sendiri*

    saat harapan tak sesuai kenyataan…huaaaa mmg susah ngadepinnya mbak.

    menyederhanakan target nampaknya lbh srg bersahabat hasilnya *smbl trs baca teori buat ngingetin diri sendiri*

    salam kenal

    devi yudhistira

    1. Iya kaaan. Krn problemnya adalah kita2 para ortu sering punya ekspektasi ketinggian, akhirnya pusing sendiri. Kita emang hrs trs belajar dr anak2 ya. Makasih udah mampir Mak.

    1. Sebenernya kondisinya gini lho mbak. Anak sekolah formal, kita deg2an dengan masalah A,B,C. Anak homeschooling, kita juga deg2an dgn masalah D,E,F. Jadi, dimanapun posisi kita akan ada tantangan sendiri2. Tinggal pilih, mana yg paling bisa kita jalani :).

  2. Makasi banyak buat infonya mbak. Anak saya sekarang baru masuk usia 23bulan, kapan ya usia yang tepat buat mulai HS nya? Sejauh ini saya baru mengumpulkan berbagai informasi ttg HS dulu, sambil didiskusikan bersama suami metode seperti apa yang akan kami coba terapkan nantinya.

    1. HS = parenting = pendidikan dr ortu pd anaknya. Dimulainya sejak dlm kandungan, bahkan sejak memilih calon ayah/ibunya. Ini menurut saya, mbak :).

  3. Selalu amaze dengan ortu yang memutuskan home schooling karena yang belajar ngga cuma anaknya tapi juga ortunya. Semangat terus, mba 🙂

  4. Salam kenal Mba Anne 🙂 Terima kasih ilmunya. Kami berencana memulai homeschooling dan galau. Dengan membaca tulisan ini, galaunya hilang 😀

  5. MaasyaAllah,tabaarakallah mba Anne ???.
    Selama ini nyari2 serba-serbi HS belum nemu,Allah arahkan ke situs mba Anne,siap menyerap tulisan2 mba Anne yang sangat bermanfaat bagi saya yang ingin memulai HS
    Jazakillaahu khoiron katsiro ?

  6. Masyaallah mbak, saya bacanya nangis haruuu….ternyata saammmaaa dg yg saya rasakan… Saat ini kami sedang memulai HS pd ketiga putra kami, ketiganya kami tarik dari sekolahnya masing-masing, kelas 1 SMP, kelas 4 SD dan kelas 3 SD.

    Hanya modal keyakinan yang kuat sama Allah bahwa Allah akan membantu kami, menguatkan kami, Bissmillah kami putuskan HS,……tapi ternyata lebih kurang 3 minggu ini menjalankan HS, saya galaaaauuu…..makasih banyak tulisannya mbak, sangat menginspirasi…..semangaaaattt……

    1. Wah mbak berani ya tarik 3 anak utk HS padahal sudah masuk sekolah formal. Apalah diriku inih yg masuh galau dengan satu anakku yg baru mau hs dia seharusnya masuk sd kls 1, tp sy putuskan memilih hs

  7. Tulisannya sangat menginspirasi, makasih banyak,Inshaa Allah tahun ini saya akan meng HS kan anak saya…….

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *